Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Channel9.id-Jakarta. CCTV secara letterlijk adalah singkatan dari Close Circuit Television, awalnya berarti (siaran) televisi secara tertutup/terbatas alias tidak bisa diakses atau ditonton secara terbuka oleh pihak luar atau pihak lain di luar yang memang tersambung ke sirkuit/jaringannya. Istilah ini dibuat membedakan dengan (siaran) televisi yang sengaja dipancarluaskan secara terbuka, sehingga khalayak ramai bebas bisa melihatnya. Biasanya menggunakan pesawat penerima TV yang menerimanya melalui frekuensi VHF, UHF, S-Band, satelit yang dulunya analog dan kini sudah digital dan seterusnya.
Namun seiring perkembangan jaman, istilah CCTV ini sekarang lebih lazim diartikan sebagai “Surveilance Camera” atau Kamera Pengawas. Lazimnya juga memang terbatas yang hanya bisa dilihat oleh pihak yang memasangnya saja dan bertujuan guna pengawasan subyek/area tertentu. Letak kamera CCTV ada yang bersifat terbuka atau secara jelas terpasang dan diinformasikan keberadaannya atau diumumkan untuk tujuan transparansi informasi. Ada juga yang tertutup dan sengaja disembunyikan tujuan tertentu demi keamanan sistem CCTV tersebut (misalnya demi kerahasiaan sistem tertentu).
Lucunya, justru kini banyak ditemukan “Fake-camera CCTV” yang sengaja juga dipasang pihak-pihak tertentu sekadar menakut-nakuti” pihak lain. Padahal kamera palsu tersebut tidak berfungsi apa-apa, meski kadang ada juga lampu LED yang berkedip-kedip dan bahkan bisa bergerak mendramatisir kesan “sungguhan”-nya.
Sejarahnya kamera CCTV, dalam arti kamera pengawas, dibuat oleh Walter Bruch tahun 1942 di Jerman. Kamera CCTV ini pertama kali digunakan memantau roket V-2 di saat PD-II. Selanjutnya di tahun 1949, CCTV mulai dikomersialkan dan bisa dibelI oleh masyarakat biasa antara lain digunakan oleh pemerintah dan pihak swasta guna kepentingan pengawasan. Tidak hanya di Jerman, CCTV mulai meluas di tahun 1960-an hingga ke Inggris dan seluruh benua Eropa. Ameeika, Jepang, Korea dan China kemudian menyusul dengan banyak memproduksi perangkat CCTV dengan berbagai spesifikasinya.
Perkembangan teknologi juga sangat mempengaruhi teknologi CCTV ini, mulai dari Resolusi dan Jenis kemampuan Kamera yang dipakai, Sistem Perekaman yang digunakan hingga teknologi pemantauan/pendistribusiannya. Meski sifatnya masih “terbatas” namun secara de facto saat ini CCTV bahkan sudah bisa diakses secara remote dari tempat yang sangat jauh sekalipun menggunakan teknologi Satelit dan-atau Internet. Sifat inilah yang sekarang bisa dikatakan kalau CCTV sudah tidak benar-benar “tertutup” lagi yang di bawah akan diuraikan detailnya.
Awalnya digunakan kamera jenis Standard Definition (SD) beresolusi rendah bahkan hitam putih. Kini rata-rata kamera CCTV sudah 4K/5K atau High Definition (HD) yang mendukung kualitas tinggi Charge Couple Device-nya bahkan dilengkapi sensor inframerah. Bahkan sensor panas untuk saat cahaya minim sekalipun sebagaimana yang digunakan oleh pasukan tempur moderen. Tidak heran saat ini kamera-kamera CCTV yang dijual rata-rata sudah resolusi tinggi. Bahkan dilengkapi sarana penyimpan data internal (menggunakan Micro-SD) tersendiri dan mendukung koneksi Wireless, mulai Wi-Fi hingga seluler dengan slot SIM-Card bawaan di dalamnya.
Perangkat perekamnya pun sudah sangat berkembang, dari awalnya digunakan pita kaset video jenis Betamax, VHS (Video Home System), V8, S-VHS, VHS-C, kini rata-rata sudah digunakan Digital Video Recorder (DVR) dengan media perekam Harddisk berkapasitas mulai 500GB hingga 4TB (TeraByte). DVR ini juga dilengkapi Colokan USB, Micro-SD, Serial, LAN, WiFi hingga HDMI untuk perluasan koneksi lainnya, misalnya guna pembuatan backup, monitor external, mouse, sambungan LAN (Lokal Area Network), jaringan internet dan sebagainya.
Teknologi yang terdapat pada perangkat CCTV kini juga sudah sedemikian canggih, mulai Motion Detector untuk mendeteksi gerakan, alert internal hingga ke perangkat remote (misalnya HP), hingga ke aktivasi Alarm bilamana diperlukan. Dari sini sebenarnya istilah “Close circuit” pada CCTV mulai bias, karena sekarang rata2 DVR CCTV sudah memiliki Internet Protocol (IP) sendiri yang membuatnya “tidak tertutup” lagi untuk diakses oleh pihak lain bilamana alamat tersebut dipublikasikan, misalnya CCTV milik Dishub/Jasa Marga yang dapar diakses oleh masyarakat umum.
Oleh karena itu, sekarang kasus-kasus yang menggunakan CCTV dengan mudah dapat tersebar cepat berbeda dengan di masa lalu ketika mulai ada kasus yang penyidikannya menggunakan CCTV. Kasus lama yang cukup legend dan sempat saya analisis CCTV-nya dimasa lalu adalah saat tewasnya artis Alda Risma akibat overdosis tanggal 12 Desember 2006 di Hotel Grand Menteng Jakarta. Peristiwa yang terjadi 18 tahun lalu saja sudah bisa dianalisis secara ilmiah menggunakan SCI. Jadi sangat lucu (alias aneh?) kalau kasus Vina-Eky di Cirebon tahun 2016, sepuluh tahun setelah kasus Alda Risma di atas, dikatakan “tidak ada ahli yang memeriksanya”.
Kesimpulannya, kasus-kasus sekarang ini, mulai dari Vina-Eky di Cirebon, kasus Kopi (maut) Sianida yang mengakibatkan Myrna Salihin wafat, kasus terbunuhnya Afif di Sumatera Barat, kemudian meninggalnya Dini Sera Afrianti akibat dianiaya oleh Gregorius Ronald Tanur (namun terdakwa malah Bebas ?), hingga kasus penganiayaan anak-anak asuh oleh pemilik day care berinitial MI dan sebagainya seharusnya dapat dengan mudah dipecahkan jika CCTV di kasus-kasus tersebut dianalisis dengan benar dan oleh pihak-pihak yang berkompeten. Bukan malah jadi gaduh seperti sekarang karena tidak diterapkan SCI sebagaimana kasus-kasus yang sudah saya analisis sebelumnya. AMBYAR.
* Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen