Channel9.id – Jakarta. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah membumikan program Merdeka Belajar sejak resmi diluncurkan pada akhir 2019. Terbaru, program Merdeka Belajar tersebut telah memasuki episode kelima yaitu, episode Guru Penggerak.
Namun, para aktivis pendidikan ramai membicarakan kembali program tersebut. Lantaran, mereka menemukan sebuah data di laman Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kementerian Hukum dan HAM yang menyatakan bahwa Merdeka Belajar menjadi merk yang dipatenkan oleh PT Sekolah Cikal, milik Najeela Shihab.
PT Sekolah Cikal mendaftarkan paten Merdeka Belajar sejak 2018 lalu. Kemudian, terdaftar secara resmi pada 2020 di Kemenkumham.
Pemerhati pendidikan Eka Simanjuntak menyatakan, bila melihat urutan waktunya, fakta itu menunjukan bahwa ada conflict of interest di tubuh Kemendikbud. Mengingat, Najeela dekat dengan Nadiem Makarim meski bukan pejabat Kemendikbud.
“Ini jadinya conflik of intererst-nya tinggi. Walau tidak resmi, dia (Najeela) dekat dengan Kemendikbud, khususnya Mendikbud. Dia yang punya Sekolah Cikal mendaftarkan (Merdeka Belajar). Mungkin tak hanya merdeka belajar, bisa jadi organisasi penggerak didaftarkan juga,” kata Eka saat dihubungi, Minggu (12/7).
Diketahui, Najeela Shihab juga merupakan Dewan Pembina Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) yang selama ini bermitra dengan Kemendikbud. Salah satu peneliti PSPK adalah Iwan Syahril yang saat ini menjadi Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK).
“Jadi jangan hanya melihat itu dipatenkan, tapi ada apa dibelakang itu. Untung saja ada yang berani mengangkat,” lanjutnya.
Selain itu, menurut Eka, Najeela tak masalah mempatenkan program pendidikan apapun. Namun, itu menjadi masalah ketika apa yang sudah dipatenkan diusulkan kepada Kemendikbud.
“Sebetulnya, dia (Najeela) mau patenkan engga masalah itu. Tapi kenapa dia mengusulkan yang sudah dipatenkan Sekolah Cikal miliknya dia dan dipakai Kemendikbud. Itu yang engga boleh. Jangan dia sudah patenkan terus dia kasih ke Kemendikbud untuk memakai (Merdeka Belajar),” ujarnya.
Eka menduga, Najeela yang sudah mempatenkan istilah Merdeka Belajar sejak 2018 lalu, sengaja mengusulkan istilah itu kepada Kemendikbud.
“Kemungkinan paling besar Najeela yang sudah patenkan Merdeka Belajar, kemudian diusulkan dan diberikan ke Kemendikbud. Karena kalau udah dipakai Kemendikbud dia daftarkan pasti ditolak Kemenkumham. Pasti gak boleh. Karena prosesnya gitu mas, ada beberapa bulan, kalau tak ada yang protes baru boleh. Kalau dia patenkan itu kan pasti Kemenkumham nilai. Loh ini kan sudah dipakai Kemendikbud kok dipatenkan. Pasti ditolak. Yang paling mungkin itu dia patenkan terus dia usulkan untuk memakai,” katanya.
Jika dugaan itu benar, Eka pun mempertanyakan mengapa Kemendikbud menerima usulan itu.
“Itu kacaunya. Kenapa Kemendikbud mau? Ada apa kok kemendikbud pakai itu? Kalau misal kemendikbud tak tahu. Berarti Najela ini engga jujur dong. Kemendikbud dijebak dong itu berarti,” katanya.
“Sebenarnya saya engga masalah, tapi pertanyaannya kenapa Kemendikbud mau. Kemendikbud pakai. Kalau Najeela punya otak dagang engga masalah tapi kenapa Kemendikbud mau. Kenapa Nadiem memberikan izin memakai itu karena harusnya taju bahwa itu dipatenkan. Kalau dia tak tahu, berarti dia ditipu oleh Najeela,” pungkasnya.
Sebrlumnya diberitakan Irjen Kemendikbud, Chatarina Muliana Girsang menyatakan, bahwa dirinya tidak mengetahui jika Merdeka Belajar itu milik Sekolah Cikal.
“Saya belum tahu mengenai hal ini,” kata Chatarina, Jumat (10/7)
Chatarina tak banyak berkomentar terkait hal itu. Dia berdalih, Merdeka Belajar milik Kemendikbud dapat digunakan karena tidak tertera dalam Permendikbud.
“Saya juga belum mendapat info soal royalti, Saya memang baru tahu info ini. Karena secara regulasi tidak ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang Merdeka Belajar atau menyebut Merdeka Belajar,” katanya.
“Sekali lagi, secara legal tidak ada regulasi Permendikbud menyebutkan kata Merdeka Belajar,” tegasnya.
(HY)