Channel9.id-Jakarta. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Serikat menolak karena aturan terkait upah minimum diubah.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja tak lagi diatur soal upah minimum kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Dengan demikian, penentuan upah minimum hanya berdasarkan upah minimum provinsi (UMP).
“Ada yang bilang UMP, ada tapi sebenarnya tidak dibutuhkan oleh buruh, kecuali untuk DKI Jakarta dan Yogayakarta. Di luar itu, UMP biasanya tidak digunakan. Kalau dipaksakan jadi turun,” kata Said, Minggu, 16 Februari 2020.
Dia mencontohkan saat ini upah minimum di Kabupaten Bekasi sebesar Rp4,4 juta dan Karawang Rp4,5 juta. Namun, jika mengacu pada UMP Jawa Barat yang hanya Rp1,8 juta, artinya akan ada potensi pengurangan penghasilan bagi buruh usai Omnibus Law Cipta Kerja disahkan.
Selain itu, pemerintah juga mengubah formula perhitungan upah minimum dengan menghapus indikator inflasi. Penentuan upah minimum selanjutnya hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah setempat. “Jadi, kalau ada kenaikan barang itu tidak dihitung lagi. Hanya melihat pertumbuhan ekonomi daerah, ini kan ada yang pertumbuhannya kecil atau bahkan minus,” kata Said.
Kemudian, perubahan perhitungan formula pesangon juga menjadi sorotan serikat pekerja. Said menyatakan jumlah pesangon yang diterima buruh jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) berpotensi semakin kecil. “Kalau dalam aturan sekarang ditotal bisa 32 kali upah, kalau sekarang total mungkin hanya 18 kali.”