Ekbis Hot Topic

Selama Kuartal I, Industri Logam Sumbang Invetasi Terbesar Manufaktur

Channel9.id-Jakarta. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier, mengatakan industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebagai kelompok penyumbang terbesar penanaman modal sektor manufaktur dengan nilai Rp27,9 triliun. Angka ini berkontribusi 12,7 persen pada triwulan satu 2021.

Menurut Taufiek, dengan capaian itu industri baja terus memberikan kontribusi besarnya bagi penerimaan devisa, khususnya proses hilirisasi atau peningkatan nilai tambah bahan baku di dalam negeri. Dia menyebut industri baja selama ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, mulai dari peningkatan pada investasi, penyerapan tenaga kerja, hingga ekspor.

Pada Januari-Maret 2021 nilai ekspor industri logam dasar tercatat sebesar US$ 5,87 miliar atau naik tujuh persen dibanding capaian di periode sama tahun lalu US$ 5,48 miliar. Selama pandemi permintaan terhadap produk baja di pasar ekspor mengalami peningkatan hingga kuartal pertama tahun ini seiring dengan berjalannya kegiatan konstruksi. “Kami juga terus mendorong peningkatan penggunaan produk baja di dalam negeri, karena pembangunan konstruksi di tanah air yang masih terus berjalan,” kata Taufiek.

Taufiek mengemukakan hampir seluruh negara mengalami penurunan produksi baja pada 2020. Namun hal tersebut tidak terjadi di beberapa negara, seperti Cina yang produksinya justru meningkat 5,2 persen. Kemudian Turki meningkat 6 persen, Iran meningkat 13 persen, dan Indonesia mampu meningkat hingga 30,25 persen dibandingkan 2019.

Adapun kemampuan industri baja nasional, tercemin dari kapasitas produksi bahan baku baja nasional (slab, billet, bloom) saat ini sekitar 13 juta ton. Perkiraan produksi pada 2020 sebesar 11,6 juta ton atau meningkat 30,25 persen dibanding 2019 yang mencapai 8,9 juta ton. Selain itu utilisasi pada tahun lalu juga meningkat hingga 88,38 persen dibandingkan 2019 sebesar 67,86 persen.

“Sektor industri baja merupakan indikator perekonomian suatu negara. Artinya, kalau industri bajanya tumbuh, tentunya ekonomi kita bisa terbangun dengan kuat. Selain itu, yang penting adalah kita harus mengoptimalkan produk-produk dalam negeri,” kata Taufiek.

Seiring dengan kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022, Indonesia berhasil menekan impor baja hingga 34 persen pada pada tahun lalu dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

81  +    =  90