Channel9.id – Jakarta. Berbagai masalah yang menyelimuti Organisasi Profesi Kesehatan masih luput dari perhatian pemerintah, di tengah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang masih menjadi polemik. Kalangan profesi kesehatan menolak pembahasan RUU ini karena dinilai terburu-buru dilakukan oleh pemerintah dan tidak mendengar masukan dari organisasi profesi.
Dalam keterangan tertulis, Ketua Umum Pengurus Besar IDI, dokter Moh Adib Khumaidi mengatakan masih banyak permasalahan kesehatan di lapangan yang perlu mendapat perhatian pemerintah.
“Meningkatkan akses ke layanan kesehatan, meningkatkan kualitas layanan yang diberikan, dan memanfaatkan teknologi adalah beberapa solusi yang dapat membantu meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia,” kata Adib, menyebutkan.
Selain itu, Adib juga mengatakan pemerintah perlu memperluas akses layanan kesehatan di komunitas yang kurang terlayani. Sebab, menurutnya, selama ini akses ke fasilitas kesehatan masih belum maksimal dirasakan oleh rakyat yang berada di daerah pedalaman. Para tenaga medis juga kesulitan menjangkau ke wilayah penduduk karena infrastruktur dan keterbatasan sarana.
“Hal-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh pemerintah dan para wakil rakyat di parlemen daripada terus menerus membuat undang-undang baru,” tegas Adib.
Sementara itu, Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dokter Paulus Januar mengkritisi pengecualian adaptasi terhadap dokter lulusan luar negeri dan pendidikan dokter spesialis secara ‘hospital based’ dengan syarat di mana hanya perlu dilakukan di RS yang terakreditasi. Padahal, lanjut Paulus, selama ini pendidikan dokter spesialis dilakukan di RS dengan akreditasi tertinggi.
Menurutnya, kedua hal tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan lahirnya tenaga Kesehatan yang sub standar.
“Bila hal ini terjadi maka yang dirugikan bukan hanya profesi, tapi yang lebih dirugikan adalah kesehatan masyarakat yang dilayani,” ungkap Paulus.
Masalah lainnya yang juga disorot yaitu banyaknya tenaga medis dan tenaga kesehatan dengan ikatan kerja yang tidak jelas. Sehingga, mereka tidak memiliki jaminan dalam menjalankan pekerjaan profesinya.
Wakil Ketua II PB IDI, dokter Mahesa Paranadipa Maikel menyebut RUU Kesehatan tidak memberikan jaminan hukum mengenai kepastian kerja dan kesejahteraan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan. Bahkan, RUU omnibus law ini juga tidak menjamin perlindungan hukum bagi para tenaga kesehatan.
“Apa yang selama ini didengungkan oleh pemerintah, tidak pernah dijalankan di lapangan, pada akhirnya selalu Organisasi Profesi yang selalu berada di garis depan melindungi anggotanya,” ungkap Mahesa.
Ia pun memberikan contoh kasus kekerasan terhadap dokter internship di Lampung dan kekerasan terhadap dr Zaenal Mutaqqin, dokter spesialis bedah saraf dengan keahlian langka. Karena sikap kritisnya, kontrak kerja dokter Zaenal dihentikan oleh pihak RS Karyadi Semarang.
“Kalau terhadap seorang guru besar dan dokter spesialis konsultan dengan reputasi internasional dapat diperlakukan demikian, bagaimana dengan tenaga kesehatan yang lebih lemah posisinya? Ternyata pada RUU Kesehatan tidak melindungi tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam mendapatkan kepastian dalam menjalankan pekerjaan profesinya,” tegas Mahesa.
Menyoroti permasalahan di dunia kesehatan tersebut, lima Organisasi Profesi Kesehatan, antara lain Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan menggelar aksi damai yang rencananya digelar pada Senin (8/5/2023) besok. Aksi ini dilakukan untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan omnibus law oleh pemerintah.
Baca juga: Dokter dan Tenaga Medis Bakal Gelar Aksi Damai Hentikan RUU Kesehatan
Baca juga: Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Ini Perintah Presiden Jokowi ke Mendikbudristek dan Menkes
HT