Lifestyle & Sport

Seringnya Terjadi Pelecehan Seksual di Konser Musik

Channel9.id-Jakarta. Pelecehan seksual di tempat konser musik merupakan fenomena yang seringkali terjadi. Siapa saja bisa menjadi korban, tanpa terkecuali, baik laki-laki maupun perempuan.

Menurut Rara Sekar, selaku musisi, penulis lagu, sekaligus aktivis, pelecehan seksual di ruang lingkup konser musik bukan hanya terjadi antar penonton. Melainkan, ditemukan pula antar penonton dan musisi, antar sesama musisi, bahkan musisi dan kru di belakang panggung. Mayoritas korban adalah perempuan.

“Aku sering mendengar cerita langsung dari teman-teman perempuan mengenai apa yang terjadi di backstage, ini antar musisi, musisi dengan crew atau musisi dengan penonton,” ujar Rara Sekar dalam diskusi yang berlangsung di Thamrin, Jakarta Pusat.

Ia menjelaskan, kondisi itu diperparah oleh adanya pembiaran dan anggapan yang keliru. Banyak yang memandang pelecehan seksual adalah hal lumrah.

“Seringkali kalau konser, tidak semua yang penontonnya kondusif, aku merasa, kalau terjadi pelecehan, ada pembiaran, ada normalisasi di situ, misalnya penonton dengan penonton bisa terjadi pelecehan seksual di situ,” katanya.

Rara Sekar juga menjelaskan bentuk pelecehan seksual banyak jenisnya. Tidak hanya fisik, bentuk verbal pun ada.

“Kalau musisi yang tampil agak jauh, biasanya (mengalami pelecehan) verbal. Biasanya diteriaki,” kisah Rara.

Menanggapi kasus pelecehan seksual di area konser, Gender Specialist dari UNDP, Yenny Widjaja, mengatakan bahwa kasus tersebut sebenarnya merujuk pada sesuatu yang lebih besar lagi.

Yanny mengatakan akar dari permasalahan pelecehan seksual di konser adalah perkara relasi kuasa. Jadi, bukan hanya suasana konser yang tidak kondusif sehingga mengharuskan para penontonnya saling berhimpitan.

“60 hingga 80 persen korban pelecehan seksual adalah perempuan. Kalau begitu, kenapa? Ternyata penyebabnya adalah karena pelecehan seksual itu lebih dari kejahatan tapi didorong oleh adanya superioritas,” kata Yenny.

“Laki-laki dan gendernya ini merasa lebih superior sehingga 60 hingga 80 persen (perempuan) ini dijadikan objeknya dia. Ini ada kaitannya dengan relasi gender,” imbuhnya.

“Kalau itu berarti yang perlu dilihat adalah persepsi bagaimana (laki-laki dan gender lainnya) melihat tubuhnya perempuan,” lanjut dia.

Rara Sekar berpendapat demikian. Menurutnya, pelecehan seksual yang terjadi di konser adalah turunan dari persoalan ketimpangan gender yang dibentuk secara terstruktur.

“Bukan hanya sebagai musisi tapi sebagai perempuan, kayanya tidak ada momen yang benar-benar kami terbebas dari kekerasan. Tantangannya sekarang bagaimana kita bisa bersuara tapi juga kita bisa merasa aman,” kata Rara.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =