Channel9.id-Jakarta. Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Instruksi Presiden tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Yang Berat dan Keputusan Presiden tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Yang Berat pada Rabu (15/3/2023).
SETARA Institute menilai, Jokowi tengah melakukan upaya pemutihan sistematis terhadap kasus pelanggaran HAM Berat. “Lagi-lagi, Presiden Jokowi tengah menunjukkan topeng simpatinya terhadap para korban dan keluarga korban, tanpa dengan sungguh-sungguh mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat,”tulis SETARA dalam rilisnya, Kamis (16/3/2023).
SETARA melanjutkan, dari awal terbentuknya Tim PPHAM pada Agustus 2022, jalur yudisial yang dijanjikan untuk tetap diakomodir pun nyatanya hanya pemanis. Hingga kini, tidak ada signifikansi perkembangan penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat. Alih-alih memutus impunitas, aktor dan segala narasi yang menjadi hak atas kebenaran bagi korban masih belum mampu diungkap oleh negara.
“Tidak lagi pada tahap tidak bisa, namun Pemerintah memang cenderung tidak memiliki political will untuk benar-benar memenuhi tuntutan keadilan sebagaimana amanat UU Pengadilan HAM,”lanjutnya.
Baca juga: Mahfud Tepis Tudingan Tim PPHAM Upaya Hidupkan Kembali Komunisme
SETARA juga menyoroti banyaknya kementerian/lembaga yang terlibat dalam Tim Pemantau PPHAM yang dibentuk melalui instrumen Kepres dan Inpres a quo. “Jangan sampai banyaknya kementerian/lembaga negara yang terlibat tersebut hanya menjadi aksesori pemanis namun nihil hasil,”katanya.
Baca juga: SETARA Institute Aksesori Politik Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Menurut SETARA, bukan hanya korban dan keluarga korban yang akan diciderai dengan harapan palsu, namun masyarakat juga akan dirugikan, mengingat segala pembiayaan yang diperlukan dalam pelaksanaan Tim Pemantau PPHAM bersumber dari APBN.
“Artinya, negara harus memastikan dan menjamin bahwa seluruh kementerian/lembaga yang terlibat dalam Tim tidak hanya menjadi institusionalisasi absurd, namun juga benar-benar substantif dalam memberikan hak atas reparasi,”tutupnya.