Hot Topic Hukum

SETARA Institute Minta Jokowi Abaikan Putusan Uji Materi UU KPK, Ini Alasannya

Channel9.id – Jakarta. SETARA Institute mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengabaikan putusan uji materi Undang-Undang KPK oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK. Hal itu dilakukan demi kepentingan penguatan KPK, meluruskan cara berkonstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, dan tetap melanjutkan pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK baru.

“Paralel dengan langkah ini, Presiden dan DPR selaku pembentuk UU segera menyelenggarakan agenda legislasi membahas perubahan norma dalam UU KPK yang diujikan tersebut,” demikian dikutip dari keterangan tertulis SETARA Institute yang diterima Channel9.id, Jumat (26/5/2023).

Menurut SETARA, Presiden dan DPR memiliki wewenang karena keduanya merupakan organ pembentuk undang-undang. Terlebih lagi, jika merujuk pada kasus-kasus sebelumnya soal batasan usia sebagai syarat menduduki jabatan, oleh MK dikategorikan sebagai kebijakan hukum terbuka atau opened legal policy.

“Jadi isu usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK bukanlah isu konstitusional melainkan kebijakan hukum terbuka. Hanya saja MK tidak konsisten dalam memperlakukan norma-norma sejenis ini,” tulisnya.

Menurut SETARA, cara pengambilan putusan MK soal uji materi tersebut tidak bulat dan mengkhawatirkan. Sebab, perbedaan pendapat mayoritas majelis hakim (dissenting opinion) dalam putusan itu dinilai signifikan, yakni lima banding empat.

Selain itu, putusan tersebut juga semakin menegaskan keterbelahan pandangan di tubuh MK.

“Sekalipun dissenting atau concurring opinion suatu hal biasa, tetapi tren keterbelahan yang berulang menggambarkan bahwa tubuh MK semakin rapuh, rentan dan mengalami pengikisan kenegarawanan hakim dan integritas kelembagaan,” tulisnya.

“Tidak bisa dibayangkan kalau isu-isu konstitusional dan kenegaraan selalu didekati dengan matematika jumlah suara para hakim dengan keterbelahan pandangan yang berulang,” imbuhnya.

SETARA menilai, keterbelahan itu membangun persepsi bahwa kehendak politik MK jauh lebih dominan menjadi variabel dalam pengambilan putusan dibanding itikad menegakkan keadilan konstitusional.

Pasalnya, sejak awal memeriksa permohonan Nurul Gufron, MK sudah memaksakan diri melanjutkan perkara ini.

“Putusan MK terkait masa jabatan ini akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia,”

Selain itu, SETARA menilai, apa yang disampaikan oleh Juru Bicara MK, Fajar Laksono dengan mengacu pada pertimbangan putusan perkara nomor 112/PUU-XX/2022, bahwa putusan itu mengikat dan berlaku bagi kepemimpinan KPK yang sekarang menjabat, adalah tafsir juru bicara, bukan bunyi putusan. Oleh karena itu bisa diabaikan.

“Jadi, jika Putusan MK No.112/PUU-XX/2022 berlaku untuk periode saat ini, maka MK tidak hanya abai dalam membuat putusan yang harusnya kekuatan eksekutorialnya bersifat progresif (berlaku ke depan), namun juga berpotensi menyebabkan kekacauan, ketidakpastian, dan pertentangan hukum baru,” tuturnya.

“Keppres 129/P Tahun 2019 tentang pengangkatan KPK tetap sah hingga masa akhir jabatan pimpinan KPK berakhir di 2023. Putusan MK yang membentuk norma baru, yakni mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, adalah keluar jalur karena itu kewenangan pembentuk UU,” sambungnya.

Baca juga: MK Keluar Jalur, SETARA: Putusan Uji Materi UU KPK Timbulkan Preseden Terburuk

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  36  =  39