Channel9.id – Jakarta. SETARA Institute menyoroti berbagai kasus intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) yang masih terjadi di Indonesia. Bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2023, SETARA menilai kasus intoleransi terus mengalami peningkatan dan pelanggaran KBB terus terjadi.
‘Di samping itu, hak asasi manusia yang mendapatkan afirmasi spesifik dalam Sila Kedua Pancasila juga masih berada pada situasi belum ideal,” demikian dikatakan Ismail Hasani, Ketua Badan Pengurus SETARA Institute melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (1/6/2023).
Berkenaan dengan hal itu, Hasani mengecam keras terjadinya berbagai peristiwa intoleransi dan pelanggaran KBB, terutama pembiaran yang dilakukan oleh negara, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Menurut Hasani, berbagai peristiwa intoleransi dan berbagai pelanggaran KBB atas minoritas setempat dapat dan harus dicegah serta diselesaikan dengan baik hanya jika pemerintah mengambil peran proaktif dan tidak tunduk kepada tekanan kelompok-kelompok intoleran.
“Dalam berbagai peristiwa intoleransi dan pelanggaran KBB, nilai-nilai Pancasila, khususnya Sila Kesatu, lebih sering dikalahkan dan dikorbankan justru oleh aparatur negara sendiri,” katanya.
Selain itu, meningkatnya level intoleransi dan keterpaparan ekstremisme kekerasan generasi muda, dalam pandangan SETARA Institute, menunjukkan masih rendahnya kinerja pembumian dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila. Kinerja kelembagaan dan aktualisasi Pancasila dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat patut dipersoalkan. Perlu substansiasi pada program-program pembinaan dan implementasi Pancasila yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di tiga pusat (tri sentra) pendidikan, yaitu lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
“Dalam pandangan SETARA Institute, kinerja pembinaan dan impelementasi Pancasila di kalangan anak muda lebih banyak bersifat simbolik dan festivalis,” kata Hasani menambahkan.
Meski begitu, Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, itu mengapresiasi setinggi-tingginya kinerja beberapa kota dan pemerintah daerah yang telah menunjukkan antusiasme dan kinerja konkret dalam mempraktikkan dan mempromosikan toleransi di daerahnya masing-masing.
“Namun demikian, dalam studi Indeks Kota Toleran, kami menemukan bahwa masih banyak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tidak memiliki visi Pancasila dan tidak menjadikan toleransi sebagai standar kinerja pemerintah kota dan pemerintah daerah secara umum,” terang Hasani.
“Di samping itu, di tingkat pemerintah pusat juga terdapat kecenderungan masih tingginya ego-sektoral antar kementerian dan lembaga serta kecenderungan tertutup dari partisipasi bermakna masyarakat sipil,” sambung Hasani.
Dalam pandangan SETARA Institute, implementasi Pancasila harus selaras dengan perbaikan situasi pemenuhan, penghormatan, dan pemajuan hak asasi manusia. Tidak ada keraguan, Sila Kedua Pancasila telah secara spesifik memberikan afirmasi bahwa tata kelola pemerintahan negara harus berbasis pada kemanusiaan yang adil dan beradab. Berkenaan dengan itu, SETARA Institute memandang bahwa hak asasi manusia mesti menjadi standar dalam tata kelola pemerintahan negara.
“Semakin tinggi penghormatan negara terhadap hak asasi manusia, akan semakin tinggi juga apresiasi rakyat terhadap keseriusan negara dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dan akan semakin besar dukungan publik terhadap Pancasila,” tutur Hasani.
Dalam konteks itu, pemerintah mesti mengambil tindakan yang presisi untuk mengatasi persoalan-persoalan riil yang dapat merusak dukungan publik terhadap Pancasila, antara lain dengan melakukan evaluasi serius terhadap kebijakan atau regulasi yang problematik, misalnya, Peraturan Bersama Menteri 2006 tentang pendirian rumah ibadah yang nyata-nyata memicu terjadinya intoleransi, diskriminasi dan persekusi.
Selain itu, dalam pandangan SETARA Institute, partisipasi substantif masyarakat sipil dan swasta merupakan elemen krusial dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Dalam kerangka itu, pemerintah, swasta, dan elemen masyarakat sipil, termasuk ormas keagamaan, mesti berkolaborasi dan membangun sinergi strategis (strategic public-private partnership) dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.
“Kerja-kerja swasta dan masyarakat sipil merupakan pilar penopang penting ketika nilai-nilai Pancasila justru ‘dikalahkan’ atau untuk melakukan pendidikan publik yang lebih luas agar nilai-nilai Pancasila semakin dikuatkan,” pungkas Hasani.
Baca juga: Refleksi Hari Pancasila, SETARA Soroti Kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama di Indonesia
HT