Simulasi Superkomputer Jelaskan Bagaimana Perubahan Iklim Mempengaruhi Persebaran Manusia Purba
Lifestyle & Sport

Simulasi Superkomputer Jelaskan Bagaimana Perubahan Iklim Mempengaruhi Persebaran Manusia Purba

Channel9.id-Jakarta. Persebaran manusia di dunia saat ini bergantung pada kondisi lingkungan yang dihadapi oleh nenek moyang kita, termasuk cuaca. Tim peneliti dari Universitas Nasional Pusan Korea Selatan menggunakan pemodelan supercomputer untuk menjelaskan bagaimana kebangkitan umat manusia dipengaruhi oleh perubahan cuaca pada masa prasejarah.

Dilansir dari Engadget, tim yang dipimpin oleh fisikawan iklim Axel Timmermann itu menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan simulasi model sirkulasi gabungan Pleistosen yang belum pernah digunakan sebelumnya dan dikombinasikan dengan catatan arkeologi untuk mempelajari kesesuaian habitat spasial-temporal lima spesies hominin selama 2 juta tahun terakhir.”

Model 2 juta tahun itu, yang disebut oleh tim sebagai simulasi 2ma, mengungkapkan catatan penting tentang paleoklimat—seperti suhu permukaan laut tropis, suhu Antartika, hidroklimat Afrika timur, dan angin musim panas Asia Timur sesuai dengan rekonstruksi paleo. Catatan ini menunjukkan realita tentang bagaimana pola hujan di Afrika Selatan yang kemungkinan besar berubah pada saat itu.

Pada dasarnya, tim sedang melihat bagaimana pola siklus curah hujan selama 41.000 tahun dan perubahan suhu yang disebabkan oleh gerakan aksial Bumi, yang berdampak pada ketersediaan sumber daya bagi manusia purba. Dengan menggabungkan data sintetis dari simulasi 2ma dengan bukti kuat dari fosil dan temuan arkeologis, tim tersebut menemukan tempat yang paling mungkin dihuni oleh Homo sapiens dan kerabatnya.

Tim Pusan mencatat beberapa tren mengejutkan yang muncul dari data tersebut. Sebagai contoh, para peneliti menemukan bahwa sekitar 700.000 tahun yang lalu, Homo heidelbergensis (diduga sebagai nenek moyang Neanderthal dan manusia modern) mulai memperluas pengaruh tradisi mereka. Mereka mampu melakukannya karena orbit elips Bumi menciptakan kondisi iklim yang lebih basah dan lebih layak huni pada waktu itu, sehingga mendukung ekspansi. Simulasi ini memproyeksikan pergerakan titik-titik basah di seluruh Bumi dan para peneliti menemukan bukti dalam catatan fosil yang bergerak bersama mereka.

“Koleksi tengkorak dan peralatan global tak terdistribusi secara acak,” kata Timmermann, dikutip dari Nature. “Ini mengikuti sebuah pola.”

Timmermann menjelaskan bahwa temuan ini bisa mendukung hipotesis jalur evolusi tunggal, yang menyatakan bahwa perubahan iklim 700.000 tahun lalu menyebabkan kondisi yang lebih panas dan lebih kering di Afrika Selatan. Sebagai respons terhadap situasi itu, Homo heidelbergensis memunculkan Homo sapiens.

“Kami mengakui bahwa subdivisi spesies kami mungkin kontroversial dan ini tidak memerlukan keteguhan morfologi, habitat, dan perilaku,” tulis tim. “Namun, meskipun beberapa atribusi spesies seperti H. heidelbergensis dipertanyakan, kami tetap yakin bahwa sebagian besar catatan menyajikan sedikit tantangan—mengingat 86% data inti milik H. neanderthalensis atau H. neanderthalensis yang terdefinisi dengan baik dan diterima secara luas merupakan tradisi pembuatan perkakas.”

Temuan-temuan ini tampaknya tak akan mengakhiri perdebatan tentang awal kehidupan manusia. Selain itu, pemahaman kita pun jadi semakin luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

54  +    =  57