Channel9.id – Jakarta. Isu tentang penundaan pemilu tidak berdampak pada masyarakat nahdliyyin karena isu tersebut lebih terlihat menjadi konsumsi pada ranah elite daripada masyarakat, terutama warga nahdliyyin.
Direktur riset Center for Strategic on International and Islamic Studies (CSIIS), Dr. Ali Muhtarom mengatakan bahwa dalam membaca isu penundaan Pemilu, harus dibaca secara lebih jernih dan tidak menggunakan klaim atas nama rakyat.
“Tidak usah mendramatisir suasana, atau bahasa lain saling mengklaim dengan mengatasnamakan rakyat karena isu penundaan Pemilu adalah isu kalangan elite,” kata Ali Muhtarom dalam rilis kepada Channel9.id, Sabtu 19 Maret 2022.
Baca juga: Penundaan Pemilu 2024, SETARA Institute: Kedaulatan di Tangan Rakyat
Ali menambahkan bahwa respon Burhanuddin Muhtadi terhadap pernyataan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan terkait 110 juta warganet yang diklaim meminta penundaan Pemilu tahun 2024 terlalu berlebih-lebihan.
Menurut Ali, meskipun pernyataan Luhut dicurigai sebagai klaim semata, namun respon Burhanuddin yang mengatasnamakan rakyat juga tidak beda karena mengandung unsur klaim yang sama.
“Sebenarnya isu penundaan Pemilu tahun 2024 tidak begitu direspon oleh masyarakat, terutama warga NU,” ucap Ali.
Selanjutnya kata Direktur Riset CSIIS itu, isu penundaan pemilu tersebut hanya berlaku bagi kalangan elit. Saat ini tidak bisa menyimpulkan masyarakat menolak atau menerima tentang isu penundaan Pemilu secara spontanitas. Khususnya kata dia, bagi warga nahdliyyin yang berada di kampung-kampung. Jika ditelusuri secara mendalam isu tersebut justru tidak berpengaruh bagi masyarakat nahdliyyin.
“Masyarakat nahdliyyin tidak peduli dengan isu penundaan Pemilu. Alasannya sederhana yaitu mayoritas warga nahdliyyin cenderung mengikuti tokohnya,” terangnya.
Ketika isu penundaan Pemilu dimunculkan oleh ketua umum PKB, sebagian besar masyarakat nahdliyyin justru cenderung mengikuti araha ketua umum PKB. Pada saat yang sama, ketika para tokoh nahdliyyin tidak begitu peduli pada isu tersebut, masyarakat nahdliyyin juga tidak peduli sebagaimana sikap kyainya.
“Virus politik itu hanya ada dalam tataran kaum elit, sementara masyarakat nahdliyyin di kampung-kampung tidak mau memperdulikannya,” jelas Ali.
Meskipun demikian Ali menambahkan bahwa mayoritas warga nahdliyyin bukan tidak peka terhadap politik, mereka tetap peka terhadap isu politik nasional.
“Namun karakter khas yang dimiliki masyarakat nahdliyyin lebih cenderung solid dalam mengikuti arahan para kyainya,” pungkas Ali.
HY