Channel9.id – Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mempercepat proses penghitungan potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2024. Kolaborasi ini menjadi langkah penting dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kuota ibadah haji khusus.
Hingga saat ini, lebih dari 300 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), termasuk sejumlah biro perjalanan dari berbagai daerah seperti Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan, Jawa Barat, hingga Yogyakarta, telah dimintai keterangan oleh penyidik KPK.
“Sudah lebih dari 300 PIHK yang kooperatif dan memberikan informasi kepada auditor untuk membantu perhitungan kerugian negara akibat penyalahgunaan kewenangan dalam pembagian kuota haji tambahan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).
Menurut Budi, total terdapat sekitar 400 PIHK yang terlibat dalam penyelidikan, sehingga sejauh ini sekitar 70 persen di antaranya telah diperiksa. Ia menyebut, pemeriksaan berjalan simultan antara tim penyidik dan auditor negara guna memperkuat bukti dan mempercepat penyusunan konstruksi perkara.
“Harapannya, kerja sama ini dapat segera melengkapi seluruh data, bukti, dan petunjuk yang dibutuhkan agar proses penyidikan kasus kuota haji ini bisa segera tuntas,” katanya.
Selain memeriksa ratusan biro perjalanan, KPK juga telah meminta keterangan dari sejumlah pejabat di Kementerian Agama (Kemenag), termasuk Eri Kusmar, Kepala Bagian Umum dan Barang Milik Negara (BMN). Pemeriksaan difokuskan pada penelusuran dugaan aliran dana terkait kebijakan diskresi kuota khusus haji.
Meski demikian, Budi belum mengungkapkan jumlah pasti pejabat yang terlibat maupun total dana yang disetorkan. “Informasi tersebut akan disampaikan setelah konstruksi perkara selesai, mengingat praktik jual beli kuota yang ditemukan bervariasi—ada yang dilakukan oleh PIHK berizin maupun yang belum berizin,” ujarnya.
KPK menemukan adanya penyimpangan dalam pembagian kuota haji tambahan sebesar 20 ribu. Berdasarkan aturan, 92 persen kuota seharusnya dialokasikan untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, dalam praktiknya, pembagian dilakukan secara tidak proporsional, menjadi 50:50, yang disebut-sebut mendapat persetujuan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Selain itu, penyidik juga menemukan indikasi jual beli kuota haji dengan nilai mencapai Rp300 juta per jemaah untuk haji khusus dan hingga Rp1 miliar untuk haji furoda. Total kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan melampaui Rp1 triliun.
HT





