Channel9.id – Jakarta. Perwakilan serikat buruh tingkat nasional, serikat tani, dan LSM perburuhan yang tergabung dalam Solidaritas Buruh IMIP Morowali mendesak negara untuk mengusut tuntas kasus ledakan tungku smelter nikel PT Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan PT International Morowali Park (PT IMIP) Morowali, Sulawesi Tengah, yang menewaskan 16 pekerja. Mereka mengecam perusahaan dan negara yang lalai menyediakan dan memastikan sarana dan prasarana keselamatan dan keamanan kerja bagi buruh di perusahaan tersebut.
“Ini merupakan persoalan serius. Negara dan perusahaan harus bertanggung dalam kasus kecelakaan ini,” ujar perwakilan Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN) Yahya dalam siaran pers, dikutip Selasa (26/12/2023).
Solidaritas Buruh IMIP Morowali menduga kuat bahwa PT ITSS dengan sengaja mengondisikan buruh dalam kondisi kerja berbahaya. Selain itu, PT IMIP disebut memberlakukan praktik ketenagakerjaan yang cenderung melanggar peraturan perundangan. Pertama, buruh melamar ke PT IMIP. Kemudian, PT IMIP menyalurkan buruh ke perusahaan-perusahaan yang beroperasi di PT IMIP. PT IMIP ibarat calo tenaga kerja.
Kedua, jika buruh sudah bekerja di salah satu perusahaan di kawasan PT IMIP, manajemen dapat memindahkan buruh ke perusahaan lain tanpa persetujuan buruh.
Ketiga, meskipun jenis pekerjaannya tetap dengan sifat pekerjaan yang berbahaya, hubungan kerja buruh dengan perusahaan bersifat kontrak. Sehingga, buruh dapat sewaktu-waktu dan sewenang-wenang dipindah-pindahkan ke perusahaan lain atau dipecat. Dan, tidak mendapat perlindungan keamanan kerja ketika mengalami kecelakaan.
Hal ini menggambarkan bahwa perusahaan smelter semacam PT ITSS dan PT IMIP sebagai pengelola kawasan secara struktural telah melakukan pembiaran terhadap praktik kerja di bawah standar keamanan, sekaligus pengabaian terhadap hak atas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) buruh.
Hal ini kemudian diperkuat dengan temuan Lingkar Belajar Buruh PT IMIP yang menegaskan bahwa para buruh sebagian besar sering dipindah-pindahkan dari perusahaan satu ke perusahaan lain di dalam kawasan IMIP.
“Akibatnya, tekanan mental yang tinggi karena diburu target produksi menuntut para buruh bekerja dalam kondisi yang tidak aman dan mengancam nyawa mereka,” ujar Yahya.
Di sisi lain, kawasan PT IMIP juga mengabaikan sarana dan prasarana atau infrastruktur K3 yang layak. Diketahui, 5 dari 16 buruh yang tewas saat insiden tersebut, terjebak dalam pusaran api karena tidak adanya jalur evakuasi yang tersedia. Beberapa buruh yang terjebak memilih untuk melompat dari lantai 3 bangunan smelter yang mengakibatkan cedera patah tulang serius hingga muntah darah.
“Hal ini belum ditambah lagi dengan ketiadaan alat transportasi medis yang memadai. Sehingga para buruh yang mengalami luka dan cedera berat harus diangkut menggunakan menggunakan truk pasir. Beberapa buruh yang meninggal dikarenakan telat mendapatkan penanganan medis,” tuturnya.
Abainya strategi mitigasi kecelakaan kerja kawasan PT IMIP juga terlihat dari sulitnya akses fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau secara cepat tanggap. Para korban insiden meledaknya smelter 41 harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk segera mendapatkan pertolongan medis secara cepat. Hal yang mengakibatkan cedera dan luka serius yang dialami para buruh dapat bertambah parah bahkan jika tidak ditanggulangi dengan upaya preventif dapat berakhir dengan kematian.
Permasalahan ini juga menambah daftar pelanggaran atas buruknya kondisi kerja industri pertambangan nikel yang digenjot oleh negara. Sebagai ‘anak emas’, industri hilirisasi kerap dipuja dengan Proyek Strategis Nasional, program energi terbarukan dan pembukaan lapangan kerja. Sebaliknya, PT IMIP justru memperlihatkan perampasan tanah dan pelucutan hak buruh.
“Program hilirisasi yang digembar-gemborkan pemerintah pada faktanya banyak mengabaikan hak-hak buruh, mereka harus bekerja dengan mempertaruhkan nyawa” jelas Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno.
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai media, terdapat 24 insiden kecelakaan kerja di IMIP sepanjang 2018-2023, yang menewaskan sebanyak 35 orang buruh dan 81 orang buruh mengalami luka ringan hingga mengalami cacat permanen.
“Buruh bekerja dengan kondisi kerja yang sangat buruk,” tegas peneliti buruh tambang Rasamala Hijau Indonesia Catur Widi.
Untuk diketahui, Solidaritas Buruh IMIP Morowali terdiri dari serikat buruh tingkat nasional, serikat tani, dan LSM perburuhan yang beranggotakan KASBI, Serikat Pekerja Nasional (DPP SPN), Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), Jaringan Lingkar Belajar Buruh IMIP, Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU), Rasamala Hijau Indonesia, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Safety, Trimurti.ID, dan Lingkar Studi Advokat.
Baca juga: Duuh! Korban Tewas Ledakan Smelter PT ITSS Morowali Bertambah Jadi 16 Orang
HT