Channel9.id, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang pemerintah sebagai langkah strategis perbaikan gizi nasional kini menuai kritik serius. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat hingga 30 September 2025, terdapat 9.089 kasus keracunan massal di 83 kabupaten/kota yang tersebar di 28 provinsi.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengungkapkan, hasil laboratorium menunjukkan 17 persen kasus dipicu bakteri berbahaya seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan Salmonella sp. Sisanya, sekitar 83 persen kasus juga diduga berasal dari paparan bakteri maupun kontaminan kimia.
“Prinsip kami jelas: pangan tidak boleh beredar jika tidak aman,” ujar Taruna dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (1/10/2025).
BPOM menyoroti tiga faktor utama penyebab keracunan:
Kontaminasi silang dari bahan mentah, lingkungan, maupun petugas pengolah makanan.
Pengolahan dan penyimpanan tidak sesuai standar, terutama terkait suhu dan waktu penyajian.
Kegagalan kontrol keamanan pangan, mulai dari sanitasi, higienitas dapur, hingga distribusi bahan baku.
Namun, data berbeda disampaikan Badan Gizi Nasional (BGN) yang mencatat angka lebih kecil, yakni 6.517 kasus sejak Januari 2025. Kendati demikian, BGN menegaskan tren kasus meningkat tajam pada dua bulan terakhir. Kepala BGN Dadan Hindayana menyebut, mayoritas kasus terjadi karena dapur MBG atau satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) tidak mematuhi SOP.
“Banyak dapur membeli bahan baku empat hari sebelum distribusi, padahal aturannya maksimal dua hari. Proses memasak juga ada yang dilakukan 12 jam sebelum pengiriman, padahal batasnya hanya enam jam,” jelas Dadan.
Temuan ini memperlihatkan bahwa program MBG bukan hanya menghadapi masalah teknis, melainkan juga krisis kepatuhan dan lemahnya pengawasan lapangan. Alih-alih meningkatkan kualitas gizi, program ini justru berisiko memperburuk kesehatan masyarakat bila tata kelola tidak segera dibenahi.