Channel9.id – Jakarta. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi belanja negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.407,1 triliun atau 38,8 persen dari target APBN 2025.
Hal itu dikatakan Sri Mulyani saat menyampaikan Laporan Semester I dan Prognosis Semester II APBN 2025 dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
“Untuk belanja negara ada sedikit koreksi jadi Rp1.407,1 triliun, dengan rincian belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.006,5 triliun dan transfer ke daerah Rp400,6 triliun,” ujarnya.
Ia menjelaskan, realisasi ini termasuk pelaksanaan dua paket stimulus fiskal yang bertujuan menjaga daya beli dan mendorong konsumsi masyarakat.
Paket stimulus yang diluncurkan pada triwulan I 2025 senilai Rp33 triliun. Paket ini diwujudkan dalam berbagai program, mulai dari diskon tarif listrik hingga perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen bagi UMKM.
Sedangkan paket stimulus yang mulai diluncurkan pada triwulan II 2025 sebesar Rp24,4 triliun, antara lain berupa diskon tiket kereta api, diskon tarif tol, dan bantuan subsidi upah.
Adapun jumlah belanja negara tersebut tumbuh tipis sebesar 0,6 persen dari periode waktu yang sama pada tahun sebelumnya atau year-on-year (YoY). Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan belanja negara mencerminkan upaya pemerintah menjalankan kebijakan countercyclical di tengah dinamika global dan regional.
Belanja difokuskan guna mendukung pencapaian target pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, hingga penguatan ekonomi daerah melalui program makan bergizi gratis (MBG) dan pemberdayaan desa serta UMKM.
Selain itu, belanja juga diarahkan pada program prioritas nasional, antara lain penguatan ketahanan pangan dan energi.
Di sisi lain, pendapatan negara pada periode yang sama tercatat sebesar Rp1.210,1 triliun atau 40 persen dari target APBN. Pendapatan ini terdiri dari penerimaan perpajakan Rp985,3 triliun, PNBP Rp224,2 triliun, dan hibah Rp0,6 triliun.
Kendati begitu, Sri Mulyani mengungkapkan pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 9 persen secara tahunan.
Penurunan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan kebijakan fiskal, seperti tren penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP), pengalihan dividen BUMN ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, serta penerapan terbatas PPN terhadap barang mewah.
Adapun dengan kondisi tersebut, pemerintah mencatat defisit anggaran sebesar Rp197 triliun atau 0,81 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini melebar dibandingkan defisit pada semester I 2024 yang hanya sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34 persen dari PDB.
“Pelebaran defisit terutama disebabkan oleh penurunan penerimaan negara, terutama pada Januari dan Februari 2025. Namun, kita berharap kondisi akan membaik di semester II,” kata Sri Mulyani.
HT