Channel9.id – Jakarta. Aneh bin ajaib, data soal harta kekayaan Warga Negara Indonesia (WNI) sebesar Rp 11.000 trilyun yang disampaikan oleh Prabowo dalam acara “Prabowo Menyapa” di Yogyakarta, justru malah dipersoalkan oleh pemerintah. Padahal Pemerintah sendiri pernah menyampaikan bahwa harta kekayaan milik orang Indonesia yang ada di luar negeri sebesar Rp 11.000 trilyun.
Malah Capres Petahana dengan nomor urut 01, Joko Widodo meminta Prabowo untuk membuktikan data tersebut. “Ya datanya di ini saja, kalau memang ada data dan ada bukti-bukti mengenai itu, ya disampaikan saja ke pemerintah, akan kita kejar kalau memang ada benar,” ujar Jokowi saat kunjungan kerja ke Gorontalo, Jumat (1/3).
Padahal asal muasal data yang disampaikan Prabowo angka sebesar Rp 11.000 triliun sumbernya berasal dari Pemerintah. Tepatnya disampaikan oleh Bambang Brodjonegoro, yang pada 2016 masih menjabat sebagai Menteri Keuangan di Kabinet Kerja, pada saat rapat dengan Komisi XI DPR RI untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Bambang menyebut, dalam kurun waktu 1995-2014, lebih dari Rp 11.000 triliun aset warga negara Indonesia ditempatkan di rekening perbankan di luar negeri, utamanya di British Virgin Island, Cook Island, dan Singapura.
Aset tersebut merupakan akumulasi kekayaan para pengusaha minyak, kayu, batu bara, CPO, dan tambang sejak era commodity boom di 1970 dan jumlahnya semakin meningkat seiring depresiasi rupiah. Menurut Bambang angka Rp 11.000 triliun itu berdasarkan data intelijen yang akurat.
“Ini dari data internal dan sumber intelijen kami yang valid, meski masih terbatas pada beberapa bank atau negara saja. Mereka melakukan transfer pricing ke anak perusahaannya sendiri atau afiliasinya. Potensinya bisa lebih dari Rp 11.000 triliun,” kata Bambang di DPR RI, Selasa, 5 April 2016.
Tiga tahun lalu, Bambang bilang, harta WNI sebesar Rp 11.000 triliun di luar negeri tersebut mencakup Rp 4.000 triliun, yang diyakini sebagai aset likuid dan bisa ditarik di Indonesia. Yang masuk hitungan aset likuid adalah deposito, saham, dan surat berharga lainnya.
Untuk itu, pada saat tax amnesty 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017, pemerintah hanya menargetkan dana repatriasi sebesar Rp 1.000 triliun, atau 25 persen dari aset likuid yang bisa ditarik.
Hasilnya, dana yang direpatriasi hanya Rp 147 triliun atau 14,7 persen dari target. Namun, dana sebesar itu baru berupa komitmen repatriasi berdasarkan surat pernyataan harta (SPH).
Sementara, total penerimaan pajak yang diterima negara selama tax amnesty mencapai Rp 135 triliun, yang terdiri dari uang tebusan senilai Rp 114 triliun, pembayaran tunggakan sejumlah Rp 18,6 triliun, dan pembayaran bukti permulaan sebesar Rp 1,75 triliun.
Dari sejumlah jejak digital, seperti halnya dari setkab.go.id, Jokowi pernah membenarkan adanya aset WNI Rp 11.000 triliun di luar negeri. Ia menyatakan bahwa ternyata uang bangsa Indonesia yang berada di bawah bantal, di bawah kasur, dan yang disimpan di luar negeri masih banyak sekali. Data yang ada di kementerian ada kurang lebih Rp 11.000 triliun.
“Datanya saya ada di kantong saya ada. Yang hadir di sini saya hafal satu, dua masih nyimpan di sana, masih. Wong namanya ada di kantong saya,” ujar Jokowi, saat menghadiri acara sosialisasi program pengampunan pajak atau tax amnesty, di Hotel Clarion, Makassar, 25 November 2016.