Channel9.id – Jakarta. DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang. Keputusan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 masa persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (18/11/2025).
“Apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani selaku pimpinan rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
“Setuju,” jawab anggota DPR yang hadir, diikuti ketukan palu oleh Puan sebagai simbol disahkannya RKUHAP menjadi undang-undang.
Dalam rapat ini, Puan didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Cucun Ahmad Syamsurijal, Adies Kadir, dan Saan Mustopa. Rapat Paripurna DPR ini juga dihadiri oleh Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto, dan Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej.
Anggota DPR yang hadir secara langsung dalam rapat ini sebanyak 242 anggota dan 100 orang secara online dari 579 total anggota DPR. Sisanya tidak hadir.
Sebelum pengambilan keputusan tersebut, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyampaikan laporan tentang hasil keputusan RKUHAP. Ia menyampaikan, delapan fraksi di Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR dan pemerintah pada Kamis (13/11/2025) telah sepakat membawa pembahasan RKUHAP ke tingkat II untuk disahkan menjadi undang-undang.
Legislator Gerindra itu menegaskan, dalam penyusunan KUHAP, Komisi III berusaha untuk memenuhi meaningfull partiicipation atau partisipasi yang bermakna.
“Sejak Februari 2025, Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah RUU KUHAP ke laman www.dpr.go.id dan melakukan pembahasan secara terbuka (Panja),” kata Habiburokhman.
Habiburokhman menyebut, Komisi Hukum telah melaksamakam RDPU dengan 130 pihak dari sisi masyarakat, akademisi, advokat serta elemen penegak hukum. Kemudian, telah dilaksanakan kunjungan kerja ke Jawa Barat, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Jawa Timur, Gorontalo, Sumatera Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Aceh, dan Nusa Tenggara Barat.
“Menerima masukan tertulis dari masyarakat dalam kurun waktu 4 bulan terhitung sejak 8 Juli 2025,” ucapnya.
Adapun pengesahan ini dilakukan meskipun berbagai elemen masyarakat menyatakan penolakan terhadap RKUHAP. Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai sejumlah pasal dalam rancangan tersebut berpotensi membuka ruang penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum.
Koalisi menyebut pengaturan soal penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan dalam draf RUU KUHAP memberi celah manipulasi dan rekayasa kasus.
“Potensi rekayasa oleh aparat akan semakin tinggi dan mengakibatkan korban tak bersalah rawan berjatuhan,” tulis pernyataan Koalisi dalam undangan aksi yang digelar pada Selasa (18/11/2025).
Menurut Koalisi, penguatan kewenangan penyidik dalam draf tersebut juga membuka ancaman terhadap kebebasan sipil, terutama terkait privasi dan hak warga negara untuk bebas dari tindakan sewenang-wenang.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP juga telah melaporkan 11 Panitia Kerja (Panja) RUU tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Senin (17/11/2025) atas dugaan pelanggaran kode etik terkait penyusunan undang-undang seperti diatur dalam UU MD3.
Koalisi mempermasalahkan proses penyusunan RKUHAP yang dinilai tak memenuhi unsur partisipasi publik. Mereka juga menuding karena nama koalisi dianggap telah dicatut dalam penyusunan RUU tersebut.
“Kami melaporkan sebelas orang, pimpinan, dan anggota Panja dari unsur DPR RI terkait dengan pembahasan RKUHAP,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Fadhil Alfathan.
HT





