Channel9.id, Jakarta. Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, mengungkapkan bahwa Toyota akan bekerja sama dengan PT Pertamina New Renewable Energy (NRE) untuk membangun pabrik bioetanol di Lampung. Investasi proyek ini diperkirakan mencapai Rp2,5 triliun.
Kesepakatan tersebut dicapai setelah Todotua bertemu dengan CEO Asia Region Toyota Motor Corporation, Masahiko Maeda, pekan lalu. Keduanya juga mengunjungi fasilitas riset milik Research Association of Biomass Innovation for Next Generation Automobile Fuels (RABIT) di Fukushima.
Dalam Roadmap Hilirisasi Investasi Strategis yang disusun Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Lampung memang dipersiapkan sebagai salah satu sentra industri bioetanol dengan dukungan bahan baku seperti tebu, singkong, dan sorgum.
“Sebagai proyek perintis, Toyota dan Pertamina NRE telah membahas rencana kerja sama di Lampung,” kata Todotua dalam keterangan resmi, Senin (10/11/2025). Ia menambahkan bahwa pasokan bahan baku tidak hanya mengandalkan perusahaan, tetapi juga melibatkan petani dan koperasi lokal agar proyek ini ikut menggerakkan ekonomi daerah. Selain itu, pasokan energi untuk pabrik akan diintegrasikan dengan fasilitas geothermal dan hidrogen milik Pertamina.
Setibanya kembali dari Tokyo, Toyota dan Pertamina akan langsung melakukan joint study serta site visit di Lampung. Todotua menargetkan pembentukan perusahaan patungan (JV) dapat terealisasi pada awal 2026.
Dalam rangka mendukung kebijakan E10, pemerintah sedang mengkaji pembangunan fasilitas produksi bioetanol berkapasitas 60.000 kiloliter per tahun dengan nilai investasi sekitar Rp2,5 triliun.
“Investasi ini menjadi langkah awal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus membuka peluang ekspor,” ujar Todotua.
Ia juga menyampaikan apresiasi atas komitmen Toyota dalam mendukung ketahanan energi dan transisi energi hijau. Pemerintah, lanjutnya, telah menetapkan kebijakan wajib campuran bioetanol 10% (E10) dalam bensin mulai 2027 sebagai upaya menekan impor BBM yang tetap tinggi. Dengan konsumsi BBM nasional yang mencapai lebih dari 40 juta kiloliter per tahun, kebutuhan bioetanol diperkirakan mencapai 4 juta kiloliter pada 2027. Karena itu, pembangunan fasilitas pendukung harus segera dimulai.
Menurut Todotua, Toyota melihat peluang besar menjadikan Indonesia basis produksi bioetanol untuk kawasan. Perusahaan tersebut juga telah mengembangkan teknologi kendaraan berbahan bakar bioetanol di banyak negara dengan efisiensi tinggi, termasuk penggunaan E20. Teknologi ini bahkan telah diuji dalam ajang balap Super Formula.
Melalui kolaborasi penelitian dengan RABIT, Toyota tengah mengembangkan bioetanol generasi kedua berbahan baku biomassa non-pangan, seperti limbah pertanian dan tanaman sorgum. Teknologi multi feedstock ini dinilai sangat relevan dengan potensi agrikultur Indonesia yang beragam.
“Teknologi tersebut dapat memanfaatkan berbagai limbah pertanian, mulai dari sorgum, tebu, padi, singkong, kelapa sawit, hingga aren,” jelas Todotua.





