Channel9.id-Jakarta. Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping melakukan pertemuan bilateral di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Osaka, Jepang (29/6). Pertemuan keduanya yang sangat dinantikan, karena membahas perang dagang diantara kedua negara yang selama ini membuat situasi ekonomi dunia tidak menentu.
Pertemuan Trump dan Jinping berlangsung selama satu jam lebih. Keduanya sepakat untuk gencatan perang dagang.
Trump mengatakan, saat ini akan menunda pemberlakuan tarif baru untuk produk China. Selain itu, ia juga akan mengizinkan perusahaan-perusahaan AS untuk kembali berbisnis dengan Huawei.
Keputusan ini datang setelah China menyatakan akan membeli produk pertanian AS dalam jumlah besar.
“Kami segera kembali ke jalurnya. Kita akan lihat apa yang terjadi,” ujar Trump setelah pembicaraan selesai. Ia menambahkan bahwa negosiasi AS dan China akan terus dilakukan.
Perang dagang kedua negara itu bermula ketika pada 22 Maret 2018 berniat mengenakan bea masuk sebesar US$50 miliar untuk produk-produk China. Kemudian China membalas dengan menerapkan bea masuk lebih dari 128 produk AS, termasuk kedelai yang menjadi ekspor utama AS ke China.
Pada 6 Juli 2018, Trump memberlakukan bea masuk terhadap barang-barang China senilai US$34 miliar. Hal ini menyebabkan China membalas dengan tariff yang serupa terhadap produk AS.
Bulai Mei 2019, Departemen Perdagangan AS memasukkan Huawei kedalam daftar hitam dan memutus hubungan raksasa teknologi China itu dengan para pemasoknya di AS. Pemerintah AS berdalih bahwa langkah ini dilakukan untuk keamanan nasional.
Perusahaan raksasa asal negeri tirai bambu itu dituding membuat sistem yang digunakan China untuk memata-matai AS. Huawei juga dianggap melanggar aturan AS karena berbisnis dengan Iran.
AS mengajak negara-negara lain untuk ikut memboikot Huawei, bahkan mengiming-imingi dengan insentif. Jepang, Australia dan Selandia Baru termasuk negara yang ikut dalam pemboikotan ini.
Namun, tidak semua negara menyambut ajakan pemboikotan. Jerman adalah satu negara yang menolak dengan alasan tidak menemukan bukti dari tuduhan AS terhadap Huawei.