Channel9.id. Di saat Turki menggelar pemilihan umum pada Minggu (14/5), Twitter membatasi konten terkait hajatan itu di negara tersebut. Tujuan pembatasan ini ialah mengantisipasi banjir postingan mengenai konten pemilihan umum Turki demi menjaga situs agar tetap berfungsi. Namun demikian, banyak pengguna yang tak terima dengan hal itu.
“Menanggapi proses hukum dan untuk memastikan Twitter tetap tersedia bagi masyarakat Turki, kami telah mengambil tindakan untuk membatasi akses ke beberapa konten di Turki hari ini,” tulis akun Urusan Pemerintah Global di Twitter, pada Jumat (12/5). “Kami telah memberi tahu pemegang akun tentang kebijakan kami. Konten ini akan berlaku di seluruh dunia.”
Pada Sabtu (13/5), para pengguna memprotes atas sensor kebebasan berbicara. Sementara itu, CEO Twitter Elon Musk menyiratkan bahwa pemerintah Turki telah menghubungi Twitter tentang pemilihan umum sehingga diberlakukan penyensoran. Musk menulis, “Kami dapat memposting apa yang dikirim pemerintah di Turki kepada kami. Akan begitu.”
Musk juga menanggapi kolumnis Bloomberg, Matthew Yglesias, yang menuduhnya dan platformnya menyetujui tuntutan sensor dari Presiden petahana Turki Recep Tayyip Erdoğan. Ia men-tweet, “Apakah otak Anda lepas dari kepala Anda, Yglesias? Pilihannya adalah apakah Twitter mencekik secara keseluruhan atau membatasi akses ke beberapa tweet. Kamu mau yang mana?”
Diketahui, pemilihan umum di Turki begitu panas di mana ini hajatan ini akan menentukan nasib Presiden Erdoğan, yang telah berkuasa selama 21 tahun terakhir. Keberpihakan Erdoğan dengan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) konservatif dan Islamis Turki telah memperkuat kehadirannya sebagai sosok otoriter dan nasionalis.
Pada 2016 lalu, bagian dari militer Turki, bergabung dengan warga—yang juga disemangati oleh media, mencoba mengkudeta pemerintah untuk menggulingkan Presiden Erdoğan, namun gagal. Adapun keberpihakan Turki dengan Rusia baru-baru ini membuat negara tersebut tak disukai oleh pemegang kekuasaan global lainnya. Sementara itu, di dalam negeri, Presiden Erdoğan menyuap calon pemilih dengan janji gas dan data seluler gratis.
Ketika Erdoğan tahun ini menghadapi lawannya, parlementer Kemal Kılıçdaroğlu, warga Turki juga menyuarakan pertimbangan mereka atas bencana alam baru-baru ini—di mana telah terjadi serangkaian gempa bumi dahsyat yang menewaskan lebih dari 50.000 orang dan menghancurkan jutaan bangunan di Turki tengah dan utara.
Pada saat yang sama, organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan para pemilih tentang potensi penyensoran nasional oleh pemerintah Erdoğan. Sejumlah penyensoran itu juga meluas di digital.
“Pemerintah Turki telah mempercepat upayanya untuk menyensor dan memperketat kontrol atas media sosial dan situs berita online independen menjelang pemilihan umum ini,” tulis peneliti teknologi senior Human Rights Watch, Deborah Brown, dalam sebuah laporan tentang sejarah penindasan dan kebangkitan Turki melalui alat sensor digital. “Pemungutan suara memberi cobaan kepada para pemilih, apakah pemilih di Turki dapat mengandalkan media sosial sebagai berita independen dan untuk mengekspresikan pandangan mereka tentang pemilu dan hasilnya, sementara pemerintah ingin perusahaan ada di bawah kendalinya.”