Channel9.id – Jakarta. Usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar pemerintah mengontrol seluruh tempat ibadah guna mencegah radikalisme menuai kontroversi. Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel menganggap tempat ibadah kerap dijadikan tempat penyebaran paham radikal.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menentang keras usulan tersebut. Ia menilai usulan tersebut menyalahi prinsip kebebasan beragama di Indonesia.
“Saya menentang keras kontrol negara terhadap semua rumah ibadah di Indonesia. Karena menyalahi prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan,” tutur Ace kepada awak media, Selasa (5/9/2023).
Ketua DPP Golkar ini menilai kontrol terhadap tempat ibadah merupakan kebijakan zaman kolonial. Menurutnya, kritik yang berkembang di tempat ibadah tidak bisa langsung diartikan sebagai bentuk radikalisme.
“Ini sudah kayak zaman penjajahan saja, rumah ibadah dikontrol semuanya oleh pemerintah. Saya kira berlebihan jika tempat ibadah dikontrol Pemerintah atau aparat pemerintah. Kalau ada satu atau dua kasus di mana rumah ibadah diduga digunakan untuk mengkritik pemerintah, ya tidak perlu dikhawatirkan. Mengkritik kan tidak harus dimaknai sebagai tindakan radikalisme,” ungkapnya.
Ace mengatakan pemerintah dalam melakukan pencegahan mestinya menekankan dialog dan pembinaan. Kontrol terhadap tempat ibadah, bagi Ace, menyalahi semangat kebangsaan.
“Selain itu, kontrol yang terlalu kuat negara atas kehidupan beragama, berpotensi negara terlalu memaksakan dan intervensi terhadap ranah pribadi dalam beragama,” jelasnya.
Ia mengatakan BNPT seharusnya mendeteksi potensi pemahaman agama yang menghalalkan kekerasan.
“Yang terpenting bagi lembaga seperti BNPT adalah mendeteksi potensi pemahaman agama menghalalkan kekerasan dan bertindak merugikan orang lain serta ketertiban sosial. Apa pun agamanya,” katanya.
Senada, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyesalkan usulan BNPT agar pemerintah mengontrol tempat ibadah. Anwar menyebut usulan itu bertentangan dengan UUD 1945.
“MUI sangat menyesalkan usulan yang disampaikan oleh Kepala BNPT yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah,” ungkap Anwar kepada wartawan.
Anwar menyebut kebebasan beribadah dan berpendapat di Indonesia merupakan hak yang dilindungi oleh konstitusi. Karenanya, lanjut Anwar, usulan tersebut merupakan langkah mundur yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang sudah dibangun.
“Ini jelas sebuah langkah mundur dan mencerminkan cara berfikir serta bersikap yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sudah kita bangun dan kembangkan selama ini secara bersusah payah,” katanya.
Penolakan juga datang dari Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom. PGI menilai usulan BNPT tersebut merupakan bentuk kemunduran demokrasi.
“Usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rycko Amelza Dahniel, yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah, merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang kita perjuangkan bersama pasca-Reformasi 1998,” ucap Gomar dalam keterangan tertulis, Senin (4/9/2023).
Menurutnya, demokrasi sudah disepakati sebagai cara mencapai masyarakat adil dan makmur. Dalam masyarakat yang demokratis, kata Gomar, negara harus percaya kepada rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah.
“Pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah, hanya menunjukkan sikap frustrasi pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme,” ujar Gomar.
“Hal sedemikian ini merupakan arus balik dari cita-cita reformasi dan akan membawa kita kepada suasana etatisme pada masa Orde Baru,” sambungnya.
Masalah yang dihadapi saat ini, menurut Gomar, adalah kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat. Bahkan perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari perhatian pemerintah.
“Ketimbang memberlakukan usulan Kepala BNPT, saya lebih meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku. Selain itu, hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel menyebut perlunya kontrol tempat ibadah karena dinilai kerap dijadikan tempat penyebaran paham radikal. Usulan itu ia sampaikan dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (4/9/2023).
Mulanya, ia menanggapi pernyataan anggota DPR Komisi III Fraksi PDIP, Safaruddin yang membeberkan hasil pengamatannya terkait masjid di BUMN kawasan Kalimantan Timur yang setiap hari mengkritik pemerintah.
Atas pernyataan Safaruddin, Rycko pun menilai perlu adanya mekanisme yang mengontrol penggunaan tempat ibadah sehingga tidak dijadikan sebagai sarang radikalisme.
“Kiranya kita perlu memiliki mekanisme kontrol terhadap penggunaan dan penyalahgunaan tempat-tempat ibadah yang digunakan untuk penyebaran paham radikalisme,” kata Rycko.
Bahkan, kata Rycko, BNPT sudah melakukan studi banding di Singapura dan Malaysia serta negara-negara Timur Tengah yakni Oman, Qatar, Arab Saudi, serta negara di Afrika Utara, yakni Maroko. Menurutnya, tausyiah yang disampaikan harus dalam kontrol pemerintah.
“(Di negara-negara itu) semua masjid, tempat ibadah, petugas di dalam yang memberikan tausiyah, memberikan khotbah, memberikan materi, termasuk kontennya di bawah kontrol pemerintah,” ungkapnya.
Dia merasa Indonesia perlu belajar dari negara-negara tetangga, negara di Timur Tengah, dan negara di Afrika. Pasalnya, BNPT menilai penggunaan tempat ibadah untuk proses radikalisasi sudah sedemikian masif.
“Siapa saja yang boleh memberikan, menyampaikan konten di situ, termasuk mengontrol isi daripada konten supaya tempat-tempat ibadah kita ini tidak dijadikan alat untuk menyebarkan ajaran-ajaran kekerasan, ajaran-ajaran kebencian, menghujat golongan, pimpinan, bahkan menghujat pemerintah,” pungkasnya.
Baca juga: BNPT RI Launching CSIRT Dukung Keamanan Siber dalam Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik SPBE
HT