Hukum

Waduh! Pelaku Kekerasan Seksual di Sekolah Tak Tersentuh Hukum

Channel9.id – Jakarta. Para pelaku kekerasan seksual keras lolos dari penjara, sebabnya adalah mereka hanya ditindak dengan peraturan kepegawaian yaitu mutasi.

Hasil pengamatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sejauh ini, jika terjadi kekerasan seksual yang dilakukan oleh pendidik, maka acuan hukuman yang digunakan oleh Dinas Pendidikan dan SKPD lainnya di Indonesia dalam mengurus guru dan non guru PNS dan PNS lainnya, yang menjadi pelaku pidana KS misalnya, maka biasanya digunakan Peraturan yang dipakai sebagai acuan adalah PP No.53 Tahun 2010.

“Tidak ada peraturan lain yang terkait mutasi khusus bagi guru yang merugikan peserta didik kecuali PP No. 53 Tahun 2010 tersebut,” kata Guntur Ismail, Ketua Tim Kajian Hukum FSGI melalui keterangan tertulis di Jakarta, Minggu 19 Februari 2023.

Baca juga: Waspadalah! Ini 8 Modus Kekerasan Seksual Ancam Anak Sekolah

Menurut Guntur, Dinas Pendidikan di Indonesia umumnya menggunakan peraturan yang berlaku umum yaitu peraturan kepegawaian. Sehingga, yang dihukum dalam hal ini bukan jabatan gurunya melainkan pegawainya, sementara dalam hukum kepegawaian tidak ada hukuman penjara.

“Sehingga kerap kali sanksi ketika korban tidak melapor ke polisi terkait perbuatan pelecehan seksual dan bahkan pencabulan adalah berupa mutasi. Padahal Mutasi sejatinya bukanlah hukuman, tetapi untuk promosi jabatan atau atas keinginan si pegawai sendiri,” jelas Gunur.

Dampaknya untuk sejumlah kasus, kata Guntur, guru pelaku mengulangi perbuatan yang sama kelak di kemudian hari di tempat bertugasnya yang baru dengan korban anak yang lain, artinya tidak ada efek jera dengan hukuman mutasi.

“Misalnya, kasus KS guru agama berinisal AM (33 tahun) dan berstatus PNS yang juga menjabat pembina OSIS di SMPN di kabupaten Batang, Jawa Tengah (2022), ternyata pelaku sebelumnya diduga pernah melakukan KS di sekolah sebelumnya, namun keluarga korban tidak melapor ke polisi. Ada juga kasus guru agama dengan status PNS berinisal M (51 tahun) di salah satu SD di kabupaten Cilacap yang cabuli 15 siswinya di berakhir dengan mediasi yang kemudian guru pelaku dimutasi, lalu berbuat KS lagi terhadap siswinya di sekolah yang baru,” ujar Guntur menambahkan.

Guntur melanjutkan, untuk kejahatan seksual yang dilakukan secara berulang dengan melihat kasus dan dampak yang ditimbulkan bagi korban, orang tua, masyarakat dan latar belakang pelaku menyalahgunakan kekuasaan, hendaknya menjadi prioritas dalam penegakan hukum.

“Penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 12 Tahun 2022 pasal 6 huruf c dengan ancaman hukuman pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 300.000.000 ( tiga ratus juta rupiah),” pungkas Guntur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

87  +    =  96