Nasional

Waka BPIP: 20 Tahun Pendidikan Kehilangan Mata Ajar Pancasila

Channel9.id-Jakarta. Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (Waka BPIP) Karjono Atmoharsono menyampaikan, secara fakta hukum sudah 20 tahun lebih kehilangan Mata Ajar dan Mata Kuliah Pancasila di semua lini pendidikan formal. Hal ini disampaikan saat mengawali pidato sebagai pembicara kunci Forum Group Discussion (FGD) di Kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), kata Karjono di Jakarta, Senin (15/8/2023).

Karjono mengatakan, mata pelajaran Pancasila mulai menghilang sejak era reformasi, hal ini tidak dirasakan oleh guru dan pengajar Pancasila.

“Melemahnya Pancasila karena “Tap MPR II Tahun 1978 tentang Eka Pancakarsa atau P4, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, satu tahun kemudian Lembaga BP7 dibubarkan, dan yang sangat memprihatinkan UU 2/1989, diganti dengan UU 20/2023 tentang Sisdiknas menghilangkan mata pelajaran Pancasila, hal ini sangat memprihatinkan”, ujarnya.

Selain itu Karjono juga memberikan gambaran sejarah kejayaan Pancasila, dari aspek hukum mata pelajaran Pancasila mengalami kejayaan pada masa Bung Karno melalui Penetapan Presiden Nomor 19 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Penpres No.19 PNPS Tahun 1965), lebih dari sepertiga Pasalnya mengatur Pancasila.

“UU No.19 PNPS Tahun 1965 ini mencabut tiga UU di bidang pendidikan yakni UU 12/1954 tentang Berlakunya UU 4/1950 dari R.I dahulu tentang Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia, UU 22/1961 tentang Perguruan Tinggi,”jelasnya.

“UU No.19 PNPS/1965 diganti dengan UU 89/1989, dan terakhir diganti dengan UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, dan Undang-Undang inilah yang menghilangkan mata ajar Pancasila dan matakuliah Pancasila”imbuh  Karjono.

Sudah 23 tahun lebih sejak reformasi bangsa Indonesia termasuk generasi milenial atau yang saat ini dikenal dengan generasi Z, ditinggalkan Pancasila, dulu ada mata pelajaran budi pekerti, PKK, PPKN, CIVIC, PMP, Pancasila dan semasa kuliah ada kuwiraan, budaya dasar, Pancasila namun itu semua tinggal kenangan.

Lebih lanjut Karjono mengatakan, hasil survey SMRC menyebut Pancasila sebanyak 64,6%, skor toleransi 49,1%, sikap bila ada gagasan yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi lain antara 9,5% hingga 11,8%. Sementara itu, survey BNPT menyebut bahwa 85% generasi milenial rentan terpapar radikalisme.

“Bahkan survey Setara Intitute bahwa 83,3% siswa SMA Pancasila bukan Ideologi permanen.  Maka menjadi tugas kita untuk kembali ke sejarah sejatinya Pancasila, anak didik dan mahasiswa paham nilai-nilai Pancasila,”tuturnya.

Tenaga pendidik (guru dan dosen) diwajibkan memiliki kepribadian Pancasila sebagai bentuk komitmen dalam meneruskan nilai-nilai luhur Pancasila kepada generasi muda, sehingga keberadaan Pancasila tetap kuat dan terjaga dalam pembangunan bangsa yang harmonis dan berkualitas.

“Kalau perlu UNJ merupakan Kampus Benteng Pancasila,”ujarnya.

Karjono menjelaskan, BPIP telah membentuk Tim Penyusun Buku Ajar Pancasila yang mencakup jenjang pendidikan mulai dari PAUD hingga Perguruan Tinggi.

Tim tersebut terdiri dari 160 ahli yang terlibat dalam penyusunan buku ajar Pancasila untuk semua tingkatan pendidikan, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi.

Baca juga: Waka BPIP Regulasi Pemerintah Harus Patuhi Nilai-Nilai Pancasila 

“Hasil kerja tim ini kemudian dibahas bersama Kemendikbud Ristek dan menghasilkan buku referensi pancasila (buku babon), dan lebih lajut dikuatkan melalui SK Mendikbud No. 067/H/P/2022 tentang Penetapan Buku Referensi (Non Teks) Pendidikan dan Pembinaan Ideologi Pancasila untuk PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah pada satuan pendidikan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20  +    =  23