Channel9.id – Jakarta. Puluhan ribu pendukung kudeta militer di Niger berkumpul di sebuah stadium untuk menyuarakan dukungannya terhadap kepemerintahan baru Niger, Senin (7/8/2023).
Di lain sisi, tenggat waktu yang ditetapkan oleh Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) agar dikembalikannya kepemerintahan Presiden Mohammed Bazoum semakin dekat.
Delegasi keanggotan Dewan Nasional Keamanan Tanah Air (CNSP) tiba di sebuah stadium di Niamey, pada hari Minggu untuk menyuarakan dukungannya. Dalam unjuk rasanya tersebut, banyak dari warga yang datang sambil membentangkan bendera Rusia dan foto-foto petinggi militer.
Stadium Seyni Kountche, salah satu tokoh revolusioner Niger di tahun 1974, dipenuhi oleh para pendukung kudeta militer dan suasana berlangsung meriah.
Jenderal Mohamed Toumba, salah satu petinggi CNSP, mengumumkan dalam pidatonya bahwa ada yang berusaha memecah belah dan menghambat kejayaan negaranya.
“Kami sadar akan niat busuk mereka,” ujar Toumba.
Intervensi Militer ECOWAS
Sebelumnya para jenderal keamanan ECOWAS mengumumkan akan adanya intervensi militer dalam merespon kudeta di Niger. Niatan ini juga mendapatkan dukungan dari Senegal dan Pantai Gading.
Namun, ada juga negara ECOWAS yang tak sepakat akan langkah militer ini. Senat Nigeria mendesak para petinggi untuk lebih mengeksplor opsi lainnya.
Di lain sisi, Algeria, Chad, dan negara-negara non-ECOWAS lainnya, juga menolak langkah militer ini dan juga menyatakan tak akan ikut campur urusan internal negara.
Baca juga: Presiden Bazoum Peringatkan Konsekuensi Kudeta Niger
Sementara itu, Mali dan Burkina Faso – yang dipimpin oleh kepemerintahan militer – menegaskan bahwa invasi dari ECOWAS ke Niger juga merupakan sebuah deklarasi perang terhadap mereka.
Kudeta di Niger ini merupakan sebuah pukulan telak terhadap Amerika Serikat yang melihat Niger sebagai negara aliansi terakhir yang dapat memerangi terorisme di daerah Sahel. Daerah ini dikenal sebagai sarangnya kelompok-kelompok teroris seperti al-Qaeda dan ISIL dan pengaruhnya sudah mulai meluas ke Benin, Ghana, dan Togo.
(RAG)