Ekbis Opini

Waspadai Utang Pemerintah yang Empat Kali Lipat Dari Pendapatan

Oleh: Awalil Rizky*

Channel.id-Jakarta. Besaran rasio utang pemerintah atas PDB sering menjadi argumen Pemerintah tentang kondisi utang yang masih aman. Belum melampaui batas atas yang diperbolehkan oleh undang-undang, serta lebih rendah dibanding banyak negara lain.

Indikator tersebut memang lazim dalam wacana utang pemerintah dan perbandingan antar negara. Namun ada beberapa indikator lain yang juga biasa dipakai. Salah satunya, rasio posisi utang atas pendapatan negara.

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator pendapatan nasional. Mencakup pelaku seperti pemerintah, swasta dan masyarakat. Bahkan, termasuk nilai tambah dari faktor produksi asing yang berada dalam wilayah negara Indonesia.

Data pendapatan negara dalam APBN merupakan pendapatan pemerintah pusat (central government) selama setahun. Sedikit berbeda dengan data lembaga internasional yang memakai pendapatan pemerintah secara umum (general government), yang cakupannya sedikit lebih luas.

Perkembangan data rasio utang atas PDB memiliki banyak kegunaan analisis. Bisa untuk mencermati kemampuan membayar, karena pendapatan pemerintah berhubungan erat dengan dinamika PDB, antara lain dalam hal perpajakan. Bisa untuk melihat hubungan antara perkembangan utang pemerintah dengan dinamika perekonomian nasional. Pemerintah dianggap tidak serupa korporasi, karena bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh rakyatnya.

Data perkembangan rasio utang atas pendapatan negara tampak lebih berguna dalam soalan kemampuan membayar beban utang. Baik pelunasan pokok utang, maupun pembayaran bunga utang. Besaran yang lebih teknis lagi terkait ini adalah rasio pembayaran beban utang dengan pendapatan negara.

Posisi utang merupakan keseluruhan utang pada suatu waktu, misalnya per 31 Desember 2020. Sedangkan pembayaran beban utang merupakan nilai selama setahun. Dimungkinkan posisi utangnya besar, namun jatuh temponya sangat lama dan bunganya kecil.

Bagaimanapun, besaran pendapatan negara merupakan faktor sangat penting. Dalam kasus Indonesia, data yang biasa dipakai adalah pendapatan pemerintah pusat dalam APBN. Cukup wajar, karena utang dimaksud juga utang pemerintah pusat.

Pada akhir tahun 2020 dilaporkan posisi utang pemerintah mencapai Rp6080,08 triliun. Sedangkan Pendapatan Negara selama setahun itu sebesar Rp1647,78 Triliun. Dengan demikian, rasio posisi utang akhir tahun dengan pendapatan sebesar 368,99%. Jauh lebih tinggi dari rasio atas PDB yang sebesar 39,39%, dihitung dari PDB nominal sebesar Rp15.434,2 triliun.

Peningkatan rasio utang atas pendapatan pada tahun 2020 memang terutama disebabkan oleh dampak pandemi. Utang bertambah sangat banyak, sedangkan pendapatan negara turun amat signifikan. Rasionya pada tahun 2019 baru sebesar 244,13%.

Akan tetapi, rasio tahun 2019 sendiri sudah merupakan yang tertinggi sejak tahun 2006. Jika dilihat rasio rerata era 2015-2019 juga tercatat tertinggi, mencapai 229,83%. Pada era 2005-2009 sebesar 203,95%, dan turun menjadi 159,91% pada era 2010-2014.

Pemerintah saat ini sebenarnya memiliki proyeksi resmi atas kondisi utang dan pendapatannya hingga tahun 2025. Beberapa besaran disajikan pada tabel di halaman 107 dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022. Dokumen ini sedang dibahas DPR, dan merupakan draft awal dari RAPBN 2022.

Proyeksi pendapatan berupa rentang persentase atas PDB. Sedangkan proyeksi posisi utang tidak eksplist, tetapi bisa diolah dari beberapa besaran yang tersedia. Bisa dari proyeksi debt ratio, karena telah ada proyeksi PDB. Bisa dari proyeksi defisit dan pembiayaan investasi, karena sejauh ini keduanya serupa dengan pembiayaan utang neto.

Pembiayaan utang merupakan tambahan utang karena pengelolaan APBN. Perubahan posisi utang terutama sekali karena faktor ini. Namun ada pula pengaruh perubahan kurs rupiah antar akhir tahun ketika posisi utang dinyatakan. Sebagaimana diketahui, sebagian utang berdenominasi valuta asing.

Penulis mengolah data proyeksi KEM-PPKF 2022 dengan mengambil titik tengah dari batas bawah dan batas atas yang tercantum. Diperoleh proyeksi pendapatan negara sebagai berikut: Rp1.864 triliun (2022), Rp2.069 triliun (2023), Rp2.271 triliun (2024), dan Rp2.518 triliun (2025). Sedangkan tahun 2021, memakai data target APBN, yaitu sebesar Rp1.744 triliun.

Dengan cara serupa, dihitung proyeksi pembiayaan utang berdasar defisit dan pembiayaan investasi. Diperlakukan sebagai tambahan utang tiap tahun. Diperoleh proyeksi posisi utang sebagai berikut: Rp8.214 triliun (2022), Rp8.840 triliun (2023), Rp9.505 triliun (2024), dan Rp10.204 triliun (2025).

Sedangkan tahun 2021, memakai data pembiayaan utang dari APBN sebesar Rp1.177 triliun. Ditambahkan dengan posisi utang akhir tahun 2020 (Rp6.080 triliun), maka posisi utang diprakirakan sebesar Rp7.257 triliun.

Dengan demikian, rasio utang atas pendapatan diprakirakan meningkat menjadi 416,21% pada 2021. Masih meningkat lagi pada 2022 (440,71%) dan 2023 (427,17%). Baru diproyeksikan sedikit menurun pada 2024 (418,54%) dan 2025 (405,17%).

Dalam konteks menjaga keamanan kondisi utang dan kesinambungan fiskal, ada batas atas yang direkomendasikan oleh International Monetary Fund (IMF) dan International Debt Relief (IDR). Batas atas rekomendasi IMF sebesar 150%, dan rekomendasi IDR sebesar 167%.

Kedua batas atas rekomendasi itu telah dilampaui sejak 2016. Rasionya pun cenderung meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Pandemi makin memperburuk rasionya. Berdasar proyeksi di atas, posisi utang masih akan lebih dari empat kali lipat pendapatan pada tahun 2024 dan 2025.

Perlu diingat proyeksi demikian mengasumsikan rupiah stabil tiap akhir tahun hingga 2025. Sebagai informasi, kurs tengah dolar atas rupiah dari Bank Indonesia pada akhir 2020 adalah Rp14.100. Jika terjadi pelemahan, maka berdampak pada tambahan posisi utang.

Kondisinya memang bisa sedikit lebih baik dari itu, jika berhasil mencapai batas atas dari target pendapatan. Namun bisa juga lebih buruk, jika target tidak tercapai.

*Ekonom

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

58  +    =  61