Seminar YRM pada rabu, 26 november 2025
Nasional

YRM Dorong Reposisi Pendidikan Nasional di Era Kecerdasan Buatan

Channel9.id, Jakarta. Gelombang disrupsi digital dan kecerdasan buatan (AI) yang mengubah pola hidup manusia mendorong dunia pendidikan Indonesia untuk melakukan reposisi besar-besaran. Pesan itu mengemuka dalam pembukaan Seminar Nasional “Desain Ulang Pendidikan Indonesia: Strategi dan Inovasi Menghadapi Gelombang Disrupsi Digital dan AI” yang digelar di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025).

Acara yang diselenggarakan Yayasan Rawamangun Mendidik (YRM) bekerja sama dengan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) serta Ikatan Alumni UNJ itu menghadirkan akademisi, pendidik, dan pegiat teknologi pendidikan dari berbagai daerah.

Ketua Pelaksana Seminar, Azis Nasution, dalam sambutannya menegaskan bahwa model pendidikan konvensional tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan zaman. Menurut dia, AI, komputasi awan, data, dan otomasi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan mengubah cara manusia bekerja, belajar, hingga berpikir.

“Pendidikan Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton dalam gelombang disrupsi ini. Kita harus aktif merumuskan strategi, membangun inovasi, dan menyiapkan ekosistem pembelajaran yang adaptif,” kata Azis.

“Transformasi digital bukan semata urusan teknologi, tetapi juga kualitas manusia—kemampuan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, karakter, dan literasi digital.”

Ia menekankan bahwa desain ulang pendidikan nasional menjadi kebutuhan mendesak agar Indonesia mampu bersaing di tengah percepatan perkembangan teknologi global.

Etika, Moral, dan Tantangan Peradaban Baru

Pembina YRM, Sugeng Suparwoto yang memberikan sambutannya via zoom dari Mekkah, menyoroti bahwa percepatan teknologi—sebagaimana digambarkan Yuval Noah Harari sebagai fase Homo Deus—menempatkan manusia dalam situasi baru, ketika imajinasi dan keputusan tidak lagi berbasis pada kapasitas biologis semata. Karena itu, ia menilai penting bagi dunia pendidikan untuk tidak kehilangan dimensi etik dan kemanusiaan.

“Kadang kita merasa resah bahwa peradaban hari ini didominasi ilmu dan teknologi yang sering mengabaikan moral dan etika,” ujarnya.

Ia mengingatkan kembali pesan Prof Sudjatmoko pada 1988 tentang urgensi moral-etika dalam perkembangan ilmu pengetahuan—sebuah pesan yang menurutnya masih relevan hingga kini.

Sugeng yang saat ini menjabat Wakil Ketua Komisi XII DPR RI juga menyinggung berbagai tantangan struktural di Indonesia, mulai dari kemiskinan, ketimpangan sosial, hingga pembangunan ekonomi yang masih bertumpu pada industri ekstraktif. Dibandingkan negara lain seperti Tiongkok yang berhasil mengurangi kemiskinan secara signifikan, Indonesia masih bergulat pada persoalan dasar tersebut.

“Pada satu sisi kita dituntut menyiapkan SDM adaptif dan siap pakai. Namun pada saat yang sama pendidikan harus menggali kreativitas dan menghasilkan pemikiran yang utuh sebagai bangsa,” katanya.

Ia juga menyoroti kompleksitas tantangan global mulai dari konflik geopolitik hingga krisis iklim—dunia yang memanas sejak revolusi mesin uap abad ke-17.

Sugeng berharap forum ini menjadi ruang perbincangan strategis untuk merumuskan langkah pendidikan Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045.

“Forum ini mungkin kecil, tetapi menjadi ikhtiar kita memecahkan persoalan kompleks bangsa. Terima kasih kepada UNJ dan para narasumber yang hadir. Dengan ini, seminar nasional mengenai desain ulang pendidikan Indonesia resmi saya buka,” tutupnya.

Seminar ini dijadwalkan menghadirkan sejumlah pembicara dari sektor pendidikan, di antaranya Profesor Yudi Latif dan Profesor Robertus Robet, dengan fokus membahas strategi pembelajaran adaptif, inovasi kurikulum, hingga penguatan literasi digital bagi tenaga pendidik dan peserta didik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  8  =  11