Opini

50 Tahun Mohamad Husin Munir: Sang Komando Satu Kawasan Ancol

Oleh: Indra Jaya Piliang*

Channel9.id-Jakarta. Hari ini, saya dan Hardy Hermawan merencanakan untuk peluncuran buku tipis seputar Mohamad Husin Munir. Bertepatan dengan hari kelahiran Komando Satu, nama panggilan Husin di kawasan Taman Impian Jaya Ancol.

Namun, secepat apapun saya menulis, secergap manapun Hardy memberi penajaman, buku yang direncanakan tak selesai. Sebagai penulis, saya ternyata terjebak dengan bahan-bahan bacaan. Saya terpana membaca buku Ir Ciputra. Tak sadar, saya ikut meneteskan airmata atas upaya beliau mewujudkan Ancol.

Begitu pun wawancara dengan Husin. Seperti gunung es di kutub utara dan selatan yang kini gugur satu demi satu, begitu melimpah cerita yang disampaikan. Betapa tidak, dalam usia 19 tahun, sebelum merayakan ulang tahun yang ke-20, Husin sudah menjadi karyawan dengan upah harian di Ancol. Tahun yang bertepatan dengan saya mulai kuliah di Universitas Indonesia dan Hardy kuliah di Universitas Lampung.

Sekadar memberikan preambule, baiklah saya kirimkan kisah pembuka tentang Husin ini: Sang Komando Satu di Ancol.

2.1. Praja Pantai Selatan.

Mohamad Husin Munir lahir di Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat.

Usia delapan tahun enam bulan, Juni 1979, Husin masuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Cisaat, Sukabumi. Husin terlambat masuk sekolah, walau pemerintah sangat gencar mendirikan Sekolah Inpres (Instruksi Presiden), diluar Sekolah Negeri. Husin menamatkan SDN pada bulan Juni 1985.

Keterlambatan Husin masuk sekolah disebabkan posisi tangan kanan tidak bisa menyentuh kuping kiri. Saat itu, syarat masuk SD bukan berdasarkan usia, tetapi kemampuan tangan kanan menyentuh kuping kiri itu.

Hardy Hermawan adalah teman Husin sejak kelas 1 SD. Hardy mengingat Husin sebagai pemimpin sejak kelas 1 itu. Jarak usia Hardy dengan Husin lumayan jauh. Hardy kelahiran April 1974. Berbeda dengan Husin yang terlambat masuk SD, Hardy malah berhasil menjangkau telinga kiri dengan tangan kanan lewati belakang kepala sebelum menginjak usia enam tahun.

“Walau lebih tua, hampir berbeda empat tahun dengan saya, Husin adalah pemimpin. Tubuhnya yang lebih pendek menutupi usianya,” ujar Hardy, pentolan senior yang malang melintang dalam dunia jurnalistik di Jakarta.

Husin langsung melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Cisaat. Tiga tahun menempuh pendidikan SMP, Husin dikenal sebagai sosok yang menyukai kegiatan kepemimpinan, seperti pramuka. Tubuhnya yang lebih pendek dan kecil dibanding teman-teman lain, membuat Husin tidak bisa bergabung dalam kegiatan paskibraka yang mengandalkan tinggi badan.

Pada Juni 1988, Husin melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Tarbiyah Islamiyah (YASTI) Sukabumi. Alasan memilih SMA YASTI sama sekali bukan soal kecerdasan. Tetapi, kemampuan ekonomi. Dengan masuk SMA YASTI, Husin bisa mendapatkan beasiswa. Biaya pendidikan dibebaskan.

Husin sama sekali tak memilih untuk masuk Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN). Padahal, berdasarkan Nilai Evaluasi Murni (NEM) yang diperoleh, Husin mampu memenuhi. Dari 6 mata pelajaran, NEM wajib yang disyaratkan untuk masuk SMAN I minimal 35.

Baca juga: Forum Budaya Jakarta Pesisir Resmi Berdiri

Di SMA, Husin menjadi Juara 1 sejak kelas 1, kelas 2, sampai kelas 3. Prestasi itu membuat Husin tak membayar biaya pendidikan sepanjang tahun. Husin masuk jurusan biologi (A2) ketika menginjak kelas 2 SMA. Kemampuan di bidang kepemimpinan terus diasah, termasuk keahlian-keahlian teknik lain.

Di kelas 2, Husin terpilih menjadi Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Beragam kegiatan digelar selama masa kepemimpinan Husin. Di luar kegiatan lintas alam, olahraga, hingga kesenian, Husin mempelajari tulis-menulis petunjuk jalanan. Kegagalan menembus sekolah negeri betul-betul memacu semangat Husin guna mendapatkan keahlian yang sebanyak mungkin.

Sejumlah prestasi berhasil diraih Husin selama SMA. Bukan saja memimpin organisasi dan juara kelas, tetapi juga kehandalan di bidang olahraga. Langkah kakinya cepat, ideal sebagai pelari dan pemain sepakbola. Husin sempat menjadi pelari marathon perwakilan Komando Daerah Militer (KODIM) 0607 Sukabumi untuk dikirimkan pada perlombaan BOSTON (Bogor Sukabumi Marathon) CUP. Dari sekitar 10 ribu peserta, ia mencapat finosh pada urutan ke-25.

Bahkan, ada cerita lucu saat ia menjadi Ketua OSIS. Setiap tahun, OSIS di setiap SMA mengadakan Class Meeting atau perlombaan antar kelas di bidang olahraga dan seni. Olahraga yang diperlombakan antara lain lempar lembing, lompat tinggi, lari 100 m, dan tenis meja.

Yang membuat jadi lucu adalah:
Pertama, Husin yang menjadi Panitia Penyelenggara Class Meeting.
Kedua, Husin yang menjadi perwakilan dari Kelas II Jurusan A2.
Ketiga, Husin yang menyabet semua juara, mulai dari lari 100 meter, lempar lembing, loncat tinggi, sampai tenis meja.
“Saya yang menuliskan piagam, saya yang jadi juara, dan saya yang tanda tangan. Jadi, bangganya dimana? Saya seperti lagi becandaan. Kaya’ nggak ada siswa lain. Jadi piagam dan piala itu buat saya tidak ada harganya,” ucap Husin, setengah menyesal.

Husin menamatkan pendidikan SMA pada Juni 1991.

Husin sadar, kemampuan akademis yang dimiliki di atas rata-rata siswa lain. Guna menembus bangku Perguruan Tinggi Negeri (PTN), jika mengandalkan NEM dalam mata pelajaran bahasa Inggris, matematika, biologi, sampai fisika, ia tak bakal kesulitan. Daftar nilai dalam semester terakhir kelas 3 SMA menunjukan itu.

Di luar itu, Husin juga menyukai Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan ekonomi, sejarah nasional dan sejarah dunia, bahasa dan sastra Indonesia, pendidikan agama, dan geografi.

Diterima masuk perguruan tinggi lewat jalur PMDK, membuat Husin tak mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Apalagi, kemampuan ekonomi orang tua Husin bisa dikatakan miskin. Kedua orang tua Husin tak sanggup membiayai pendidikan di bangku perguruan tinggi. Praktis, Husin menyerah akibat balutan kemiskinan itu.

Husin ikut melewati fase penerimaan mahasiswa baru di FKIP Unila, yakni penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan Orientasi Studi dan Pendidikan Kemahasiswaan (OSPEK). Hari Ulang Tahun Kemerdekaan (HUT) Republik Indonesia ke-46 di aula Unila yang berisikan mahasiswa baru, ikut dimeriahkan dengan suara dari Husin.

Hanya saja, Lampung adalah tanah yang terlalu jauh bagi Husin. Apalagi, Husin tidak mengenali satupun mahasiswa Unila, baik mahasiswa baru, apalagi senior, asal Sukabumi. Husin nyaris sebatang-kara. Kesulitan biaya hidup membuat Husin patah arang. Semangat menjalankan suka-duka bangku kuliah langsung padam.

Komunikasi dengan sejumlah alumni SD, SMP dan SMA masih terpelihara. Anak-anak Rambay, Sukabumi. Beberapa orang bekerja di sektor informal di Jakarta.

Pilihan sulit bagi Husin, ketika melihat kawan-kawan SMA-nya. Mereka berkehidupan memadai, dibanding anak kuliahan yang kesulitan makan sehari-hari seperti pengalamannya di Bandar Lampung.

Jika terus berada Lampung, Husin merasa tak bakal sanggup.

Dalam liburan semester, Husin berangkat ke Jakarta. Husin mengayunkan langkah dengan menaiki bis dari terminal Rajabasa, lalu naik kapal ferry dari Bakauheni ke Merak. Padanan yang ditempuh jelas, bukan kembali ke Pelabuhan Ratu yang sudah begitu sering diarungi. Dalam mitologi, Pelabuhan Ratu adalah tempat bersemayam Ratu Pantai Selatan.

Pantai utara Jakarta menarik minat Husin. Setelah menelusuri Jakarta, Husin melihat Ancol sebagai gerbang meraih masa depan. Apalagi, sejumlah kawan sekolahnya sudah bekerja serabutan menjadi Satuan Pengamanan (Satpam) dan pekerja harian lain. Ancol sedang tumbuh menjadi maskot utama bagi penduduk Indonesia. Hampir tak pernah sepi dari pengunjung, Ancol terus berbenah diri. Tak hendak sama dengan disneyland, Ancol mengedepankan nilai, identitas, dan kreativitas yang khas Indonesia.

2.2. Masuk Ancol di Hari Sabtu.

Dari informasi anak-anak rantau asal Rambay, Sukabumi, Husin berangkat menuju Ancol. Hari Sabtu, Ancol dipenuhi oleh pengunjung. Husin melihat kesibukan pengelola. Dia langsung menghampiri salah seorang karyawan.

“Pak, ada lowongan pekerjaan buat saya? Apa saya bisa mengajukan lamaran pekerjaan, Pak?” tanya Husin.

Bukannya bertanya ijazah, orang itu malah bertanya soal kemampuan yang dimiliki Husin. Dari pantauan Husin, terdapat kebutuhan guna menulis indah.

“Kamu bisa apa? Coba tes! Kamu tunjukkan!” kata orang itu.

Husin langsung membuat tulisan indah dalam 22 jenis. Pas dilihat, orang itu takjub.

Kebetulan, karyawan yang khusus membuat tulisan indah itu sudah keluar. Husin diminta datang keesokan harinya.

Hari Minggu, Husin datang. Pukul 9 pagi. Husin langsung diberikan tugas untuk membuat tulisan kepada rombongan yang datang.

“Selamat Datang Keluarga Besar Le Meridien Hotel!”

Itu tulisan pertama yang dibuat Husin dalam ukuran plano. Sejumlah hiasan diberikan pada tulisan dan kertas plano itu.

“Selamat Berekreasi Keluarga Besar Le Meridien Hotel!”

Tulisan kedua yang dibuat Husin.

“Wah, kerjaan kamu bagus. Ya, sudah, kamu mulai kerja saja,” begitu tanggapan pihak yang memberikan pekerjaan.

Hari Senin, Husin mendapatkan Surat Perintah Kerja Upah (SPKU) yang bersifat harian. Upah atau gaji diberikan sekali seminggu, diterima setiap hari Sabtu. Husin begitu bahagia, mampu mendapatkan penghasilan.

Husin mengerjakan apapun yang ditugaskan atasannya. Bukan saja menulis kata sambutan, tetapi juga mengaduk semen. Ancol terus berbenah. Bangunan dan wahana baru terus hadir. Pilihan Husin untuk bekerja dan bekerja, terpuaskan. Status sama sekali tak ia pikirkan.

Dalam waktu beberapa bulan, Husin ditanyakan bagian Personalia.

“Husin, kamu kenapa tidak melamar kerja masuk sebagai karyawan Ancol?” tanyanya.

“Bukannya saya sudah bekerja, Bu? tanya Husin.

“Belum. Kamu masih pekerja harian. Kalau mau, kamu mengajukan lamaran, biar bisa menjadi karyawan kontrak,” kata ibu itu.

Husinpun membuat surat lamaran. Surat kontrak kerjapun didapat sebulan kemudian. Masa kontrak, selama 18 bulan atau satu setengah tahun. Namun, tidak sampai beberapa bulan, Husin diangkat menjadi karyawan tetap. Karyawan kontrak lain, sama sekali belum diangkat menjadi karyawan. Sekalipun sudah bekerja selama delapan, sepuluh, sampai duabelas tahun.

2.3. Karyawan Termuda Penuh Talenta.

Masuk sebagai karyawan harian pada November 1991, lalu diterima menjadi karyawan kontrak pada Agustus 1994. Pekerjaan yang dilakoni adalah disain grafis.

Husin menjadi karyawan tetap pada Agustus 1994 di bawah Unit Dunia Fantasi Taman Impian Jaya Ancol. Kehandalan Husin dalam komunikasi, membuat manajemen menempatkannya pada bagian Sales Marketing. Pekerjaan itu dilakukan hingga Juni 2002.

Guna mendapatkan ilmu, Husin mengambil kuliah tahun 1994. Namun tidak bisa menyelesaikan kuliah, berhubung tiap tiga bulan dikirim Ancol ke luar Jakarta.

Seperti meteor yang disaksikan para pengujung di pinggir laut Ancol, Husin dengan cepat melesat, namun tidak pudar dan lenyap. Pada November 1998, tujuh tahun setelah menjadi karyawan upah harian dan empat tahun setelah menjadi karyawan tetap, ia dipercaya menjadi Kepala Seksi Penerangan Uni Dunia Fantasi. Tugas itu dirangkap dengan Sales Marketing, hingga Juni 2002.

Tugas berikut menanti pada Juni 2002, yakni Kepala Seksi Dekorasi Unit Dunia Fantasi hingga Januari 2005. Tak menunggu lama, Husin langsung mendapatkan posisi di perusahaan, yakni PT Taman Impian Jaya Ancol (TIJA). Posisi yang diraih adalah kepala Seksi Penerangan PT TIJA.

Sejak januari 2005 hingga September 2007, Husin menapak lagi selangkah, yakni sebagai Kepala Bagian Persewaan PT TIJA. Terdapat sekitar 60 restoran yang menyewa tempat di kawasan Ancol.

Husin tercatat sebagai karyawan termuda, termasuk ketika berstatus pekerja harian dan pekerja kontrak. Ia memiliki sejumlah boss. Seluruh pekerjaan berhasil dilakukan.

Bagaimana inovasi dan kebandelan Husin selama 30 tahun meniti karir di Ancol?

Nantikan dalam buku kecil kami, nanti.

Komando Satu, Selamat Ulang Tahun!!!

*Sekretaris Dewan Pembina Forum Budaya Jakarta Pesisir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8  +  2  =