Channel9.id-Jakarta. MS pekerja di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang mengalami pelecehan dan perundungan oleh rekannya diancam dilaporkan balik oleh para terduga pelakunya.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan pelaku perundungan dan pelecehan tidak bisa melaporkan korban dengan alasan mengalami perundungan di media sosial. LPSK menyebut langkah melaporkan balik tidak memiliki dasar hukum yang memadai.
Wakil Ketua LPSK RI Maneger Nasution mengatakan, korban sebagai pelapor justru berupaya membantu penegak hukum untuk mengungkap kasus pelecehan seksual sesama jenis tersebut.
“Posisi korban tidak melakukan bullying, tetapi korban hanya melaporkan,” kata dia dalam keterangan pers, Rabu (8/9).
Ia mengatakan, dalam konstruksi hukum perlindungan saksi dan korban, pihak korban atau pelapor kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis seharusnya tidak dapat dituntut secara hukum. Maneger memaparkan perlindungan korban diatur pada Pasal 10 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya. “Kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik,” imbuhnya.
Sebelumnya, pengacara EO dan RD, Tegar Putuhena, mempertimbangkan akan melayangkan aduan kepada Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) soal persoalan kliennya dalam kasus dugaan pelecehan seks sesama pegawai KPI.
“Untuk itu, bukan hanya ke kepolisian, kami mempertimbangkan untuk juga membawa persoalan ini ke Komnas HAM. Ini sekaligus ujian bagi Komnas HAM,” kata Tegar Putuhena, saat dihubungi wartawan.
Dia pun turut mempertanyakan posisi Komnas HAM apakah bisa bekerja secara adil nantinya dalam menangani perkara ini atau hanya terbawa arus opini berkembang di masyarakat yang mana banyak pihak menggunjing kliennya.
“Apakah dapat bekerja profesional dan proporsional atau hanya bekerja mengikuti selera netizen?,” lanjut Tegar.
IG