Oleh: Drs.M.Hatta Taliwang, M.I.Kom*
Channel9.id-Jakarta. Saya setuju pendapat Chris Komari yang menyatakan komisioner KPU harus dibuat benar-benar independen dan transparan dengan menciptakan 2 competing interest untuk saling mengontrol dan mengawasi kerja komisioner KPU.
Keangotaan komisioner KPU harus dibagi dalam 2 kelompok:
1). Kelompok (A) adalah anggota komisioner KPU yang digaji (paid-employees) dari para akademisi professional yang sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan menjadi penyelenggara PEMILU yang dipilih lewat proses seleksi di DPR dengan jumlah 11 orang.
2). Kelompok (B) adalah wakil dari masing-masing partai politik dengan tidak digaji (unpaid employees) sebanyak 2 orang dari partai politik lolos ikut PEMILU.
Bila tahun 2024 ada 20 partai politik, maka akan ada unpaid anggota komisioner dari wakil partai politik sebanyak 40 orang. Total anggota komisioner KPU; paid and unpaid employee sebanyak 51 orang.
3). Cara kerjanya?
Semua paid and unpaid komisioner KPU itu memiliki kekuasaan, tugas, tanggung-jawab dan akses yang sama. Mereka adalah 2 kelompok yang memiliki 2 competing interest, satu kelompok berada sebagai penyelengara Pemilu yang dekat dengan penguasa dan satu kelompok lagi juga berfungsi sebagai penyelenggara Pemilu yang mewakili Partai Politik.
2 Competing interest ini akan saling mengontrol dan mengawasi kerja komisioner KPU, sehingga tercipta system checks and balances dalam tubuh internal KPU. Mustahil 51 orang itu mau disogok semua dan menguntungkan 1 atau 2 partai politik.
Cara pengambilan keputusan KPU, harus mengikuti 3 proses dibawah ini.
a). Semua keputusan KPU harus dilakukan pertama-tama adalah musyawarah untuk mufakat guna mencapai unanimous decision (consensus) 100% setuju.
2). Bila harus voting, maka jumlah anggota yang hadir harus memenuhi quorum minimal 3/4 anggota harus hadir. 3/4 dari 11 anggota komisioner KPU kelompok (A) ada 9 orang. 3/4 dari 40 anggota komisioner kelompok (B) ada 30 orang.
3/4 dari 51 anggota komisioner KPU adalah 39 orang harus hadir untuk memenuhi QUORUM, dengann pembagian 9 orang dari kelompok (A) dan 30 orang dari kelompok (B). Tapi disarankan untuk hadir 100% sebanyak 50 orang, kecuali mengejar dead-line atau emergency.
3). Dalam setiap voting KPU, maka yang setuju minimal harus 3/4 suara menyetujuinya. Ini sengaja dibuat sulit, agar kepentingan dan wakil dari semua partai politik terlibat dalam Pemilu, ikut dalam setiap voting KPU.
Dengan set up dan komposisi keanggotaan komisioner seperti diatas, kerja komisioner KPU akan terbuka, akan lebih transparan, independent, dan sulit untuk kongkalikong merekayasa dan memanipulasi system IT, Formulir C1 atau data error di SITUNG KPU.
Kerja KPU dan proses atau mekanisme Pemilu harus direformasi.
Pemilu adalah contest of bright ideas and way of thinking to solve problems faced by the people or constituents bagi para kandidat, bukan kontes baliho dummy dengan misleading.
Jadi pemilu harus menjadi satu system, proses, dan mekanisme penyaringan kandidat, bukan proses pamer kandidat lewat baliho.
Mungkin sudah waktunya para komisioner KPU untuk belajar dan mengambil sisi baiknya dari system primary dengan dilakukan di USA.
Ini tugas KPU pusat, propinsi dan kota yang perlu major trainings, supaya KPU daerah itu independen, lepas dari pengaruh dan kekuasaan KPU Pusat.
Begitu juga Peran Bawaslu/DKPP jangan terkesan sebagai lembaga basa basi utk pengawasan Pilpres/ Pemilu.
KPK kalau tak netral bisa disalahgunakan untuk “mengkoruptorkan” atau “menggertak” seorang Tokoh Partai atau Capres yang tidak disukai. Maka KPK juga harus netral.
13.Mahkamah Konstitusi (MK) sering dianggap publik sebagai Lembaga kontroversi dalam menghadapi kasus Pilpres/Pemilu. Terlalu panjang untuk diurai tapi hemat kami MK ini salah satu mata rantai Pemilu/Pilpres yang perlu dikritisi terus agar perannya menjadi lebih fair dan adil.
14.Lembaga/Tokoh Asing dengan diduga memberi pengaruh apalagi bantuan atas seorang capres/partai tak boleh ditolerir. Diharamkan. Pemilu/Pilpres harus bebas dari “intervensi” asing.
Sudah saatnya Pilpres/Pemilu bebas dari kendali apa yang disebut Ki Burhan sebagai Konglo Busuk yang membuat pilpres langsung/Pemilu tidak berjalan fair dan demokratis. Sehingga sulit melahirkan Presiden/hasil Pemilu yang diharapkan rakyat. Mereka hanya mengabdi pada majikan yang membiayainya.
Sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah di MPR relatif lbh menjamin lahirnya Presiden yang diharapkan rakyat seperti telah kami urai dalam 7 seri tulisan kami sebelumnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan partai
1.Jangan sibuk bikin partai tapi abai atas permainan pemilu.
2.Perjuangkan mati-matian agar di KPPS duduk semua orang partai yang ikut Pemilu
3.Kader partai dibina yang benar agar militan, jujur, berintegritas sehingga tak mudah disogok oleh siapapun untuk kompromi hasil pencoblosan.
4.Kalau semua kader partai sudah duduk di KPPS, maka tak perlu lagi Saksi Saksi saat pencoblosan.
5.Hasil pencoblosan lewat WA/SMS, dan lain-lain alat komunikasi langsung dilaporkan ke KPU PUSAT dengan tembusan ke DPP/DPW/DPD Partai. Juga ke KPUD Prov/Kab dan lain-lain yang dianggap perlu.
Hasil dari TPS/ KPPS itu harus dianggap hasil Pemilu/ Pilpres dengan final.
- KPU Pusat menyiarkan hasil pencoblosan langsung lewat TV. Bukan hasil Lembagai Survei yang disiarkan.
- Pemilu dibuat sederhana. Tak perlu angka-angka diolah di Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi. Karena kecurangan bisa berlangsung dibanyak titik itu. Langsung dari TPS. TPSnya didata dengan benar sehingga dalam pelaporan tak ada masalah.
Apa yang dilakukan di kelurahan/kecamatan/kabupaten/provinsi hanya bersifat administratif saja bukan sesuatu yang substantif yang mengubah angka hasil Pemilu/Pilpres.
Hasil Final Pemilu/Pilpres yang ditandatangan oleh KPPS dan Partai di TPS.
Partai-partai berjuanglah yang serius agar system Pemilu dibuat sederhana. Jangan biasakan budaya birokrasi. Kalau bisa dipersulit mengapa mesti digampangkan. Berjuanglah agar yang rumit jadi sederhana.
*Institut Soekarno Hatta