Hot Topic Nasional

Bonnie Triyana Senang Kejaksaan Belanda Tolak Gugatan FIN

Channel9.id – Jakarta. Kejaksaan Belanda telah menolak gugatan penggugat Federatie Indische Nederlanders (FIN) terhadap Sejarawan Indonesia Bonnie Triyana terkait penghapusan istilah ‘Periode Bersiap’.

Sebelumnya, FIN melaporkan Bonnie ke kepolisian di Den Haag Belanda pada 13 Januari 2022 lalu. Bonnie disangkakan dengan pasal dugaan penghinaan atas kelompok minoritas.

Bonnie dipolisikan atas artikel opininya yang menolak istilah ‘Bersiap’ dalam pameran di Rijksmuseum Februari sampai Juni 2022.

Baca juga: Sikap Pemerintah Belanda Terkait Kontroversi Istilah Bersiap Bonnie Triyana

“Betul,” kata Bonnie Triyana saat dihubungi, Kamis 17 Februari 2022. “Kejaksaan Belanda menolak gugatan FIN. Dalam istilah Belandanya ‘geseponeerd’,” lanjutnya.

Bonnie mengaku senang dengan hasil keputusan Kejaksaan Belanda tersebut. “Ya tentu saja senang,” ujar Bonnie.

Dengan keputusan tersebut, Bonnie menyampaikan, peluang dirinya diadili di Belanda sudah tidak ada.

“Sekaligus mengklarifikasi kabar yang beredar di Indonesia mengenai penangkapan saya,” kata Bonnie.

Direktur Rijksmuseum Taco Dibbits mengaku senang dengan kabar bahwa Jaksa Belanda tidak akan melanjutkan penyelidikan atas pengaduan tersebut.

Taco Dibbits menyatakan, dirinya sudah mengetahui bahwa kementerian kehakiman tidak akan melanjutkan kasus tersebut.

“Saya senang dan sudah menduga keputusan bahwa kasus ini tidak layak,” katanya, dikutip The Guardian beberapa waktu lalu.

“Tapi saya pikir sangat bagus ada diskusi tentang konsep-konsep ini. Adalah tugas kita untuk memperluas pandangan kita tentang sejarah,” lanjutnya.

Dibbits menyatakan pameran itu memang mengacu pada istilah bersiap tetapi menempatkannya dalam konteks kekerasan yang dialami oleh sejumlah besar orang, dan pertunjukan itu menjelajahi seluruh periode dari 1945 hingga 27 Desember 1949 ketika Belanda mundur.

“Istilah ‘bersiap’ digunakan di Belanda oleh berbagai komunitas yang harus meninggalkan Indonesia dan dipulangkan selama revolusi. Ini menandai momen yang sangat spesifik dalam waktu empat setengah tahun revolusi, momen jatuhnya 1945, ketika Indonesia baru saja menyatakan dirinya merdeka dan kelompok-kelompok pemberontak melakukan kekerasan ekstrem terhadap beberapa kelompok: Indo-Eropa, Maluku di pihak Belanda, dan Cina dan lain-lain mereka pikir berada di pihak Belanda. Itu terjadi dalam kekacauan tepat setelah proklamasi kemerdekaan,” ujarnya.

“Kami menjelaskan sumber kata tersebut, yang mulai digunakan di Belanda pada 1980-an, dan memberikan konteks sejarah, tetapi juga berbicara tentang kekerasan terhadap kelompok lain selama revolusi. Kami berbicara tentang kekerasan dalam arti yang lebih luas,” lanjutnya.

Bonnie dipolisikan atas artikelnya mengenai penghapusan terminologi ‘Bersiap’ dalam periode pasca kemerdekaan Indonesia 1945.

Tulisan Bonnie diterbitkan oleh media Belanda berhaluan liberal NRC. Tulisan itu lantas memunculkan polemik di masyarakat Belanda bahkan dibawa ke parlemen Belanda.

Tulisan Bonnie tersebut ditulis sebagai pengantar untuk galeri pameran yang digelar Rijksmuseum, Amsterdam yang akan dibuka pada 11 Februari dan berlangsung hingga Juni 2022. Pada pameran itu, Bonnie tercatat sebagai kurator tamu.

Dalam tulisannya, Bonnie menjelaskan, istilah ‘Bersiap’ selalu menggambarkan orang Indonesia yang primitif dan tidak beradab sebagai pelaku kekerasan, yang tidak sepenuhnya bebas dari kebencian rasial. Padahal, menurut Bonnie, akar masalahnya terletak pada ketidakadilan yang diciptakan kolonialisme yang membentuk struktur masyarakat hierarkis berbasis rasisme serta menyelimuti eksploitasi daerah jajahannya.

Setelah berakhirnya pendudukan Jepang pada 1945, Belanda bersiap menguasai kembali daerah jajahannya dengan mengerahkan ribuan pasukan. Dalam buku sejarah Indonesia, ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda, yang pertama pada 1947 dan kedua pada 1949.

Upaya Belanda ini dilawan sengit pejuang kemerdekaan Indonesia. Diperkirakan 5.000 tentara Belanda dan sedikitnya 100.000 orang Indonesia tewas dalam periode itu.

Adapun, pameran Rijksmuseum akan menampilkan 200 objek, termasuk bahan arsip, dokumen, foto, dan lukisan, termasuk tujuh lukisan terpenting dalam sejarah Indonesia sebagai bagian dari pameran. Selain itu, juga ditampilkan Kawan-kawan Repoeloesi oleh Sudjojono dan Biografi II di Malioboro karya Harijadi Sumadidjaja.

Pameran ini dikuratori dua kurator sejarah Rijksmuseum, Harm Stevens dan Marion Anker, serta dua kurator tamu Indonesia: Bonnie Triyana dan kurator Amir Sidharta. Usai gelaran di Amsterdam, pameran serupa juga akan digelar di Museum Nasional pada 2023 mendatang.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  52  =  61