Hot Topic Nasional

Sikap Pemerintah Belanda Terkait Kontroversi Istilah ‘Bersiap’ Bonnie Triyana

Channel9.id – Jakarta. Kontroversi penghapusan istilah ‘Bersiap’ yang berasal dari tulisan Sejarawan Indonesia Bonnie Triyana untuk kebutuhan pameran ‘Revolusi! Indonesia Merdeka’ di Rijksmuseum, masih berlanjut. Isu ini bahkan sempat dibahas dalam parlemen Belanda, Januari lalu. Sejumlah anggota parlemen menolak opini Bonnie menghapuskan istilah ‘Bersiap’ dalam pameran maupun terminologi umum Belanda.

Adapun kontroversi ini dimulai saat sikap Bonnie mengusulkan penghapusan istilah ‘Bersiap’ dalam pameran di Rijksmuseum yang digelar 11 Februari mendatang. Bonnie sendiri merupakan kurator tamu di Rijksmuseum.

Tulisan Bonnie yang bikin geger itu tayang di surat kabar lokal NRC dengan judul ‘Schrap de term Bersiap want die is racistisch’ yang artinya ‘Hapus istilah ‘Bersiap’ dalam periodisasi tersebut karena rasis’ pada 10 Januari 2022. Dalam tulisannya, Bonnie menyatakan istilah ‘Bersiap’ itu perlu dihapus karena rasis.

Belakangan, Rijskmuseum menegaskan tidak akan menghapus istilah ‘Bersiap’ dalam pameran tersebut. Istilah ‘Bersiap’ tetap digunakan dengan menempatkannya sesuai konteks sejarah.

Baca juga: Dipolisikan di Belanda, Bonnie Triyana: Sejarah Harus Dilihat Dengan Jiwa Besar

Pemerintah Belanda pun menanggapi isu ini. Pemerintah Belanda malalui Kementerian Pendidikan, Budaya, dan Ilmu Pengetahuan menyampaikan, menghargai keputusan Rijksmuseum yang tetap menggunakan istilah ‘bersiap’ dalam pameran Revolusi Indonesia Merdeka.

Hal itu disampaikan untuk menanggapi pertanyaan dari anggota parlemen Belanda dari PVV, Martin Bosma pada 17 Januari lalu.

“Tahukah Anda bahwa Rijksmuseum menyebut istilah Bersiap sebagai ‘rasis’ dan istilah itu tidak akan digunakan dalam pameran ‘Revolusi, Indonesia merdeka,?” tanya Bosma.

“Kurator tamu Bonnie Triyana memiliki opini di NRC Handelsblad 10 Januari 2022 menulis bahwa jika istilah ‘bersiap’ adalah umum [digunakan] untuk kekerasan yang terjadi selama revolusi melawan Belanda, itu [mendapat] tuduhan rasis yang kuat,” ujar Sekretaris Negara untuk Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, Gunay Uslu yang baru menjawab pada Jumat 4 Februari 2022.

“Rijksmuseum telah mengumumkan bahwa museum tidak akan menghapus istilah Bersiap dan tidak akan melarang hal itu. Museum menunjukkan bahwa akan menjelaskan istilah Bersiap dan menyediakan konteks sejarah,” kata Uslu.

Uslu menjelaskan, istilah Bersiap mengacu pada periode di Indonesia setelah kependudukan Jepang pada 1945. Dalam periode itu, banyak orang Indo-Eropa, Belanda, Cina, Maluku dan Orang Indonesia yang bekerja sama atau diduga bekerja dengan orang Belanda menjadi korban kekerasan ekstrem. “Periode ini merupakan bagian dari sejarah kolonial Indonesia dan perang dekolonisasi,” kata Uslu.

Uslu pun menegaskan, pemerintah Belanda menghargai perbedaan pendapat dalam sejarah, meski fakta kelam sekalipun. Oleh karena itu, pemerintah menghargai komitmen museum Rijksman yang memberikan tempat untuk peneliti sejarah.

“Saya peduli dengan sejarah kita bersama, termasuk yang hitam halaman di dalamnya. Itu sebabnya saya menghargai komitmen museum terhadap sejarah membuat subjek dapat diakses oleh publik, berdasarkan suara penelitian sejarah,” ujarnya.

Bonnie dipolisikan
Atas tulisannya itu pula, Bonnie dilaporkan ke kepolisian Den Haag Belanda oleh Federatie Indische Nederlanders (FIN). Adapun FIN adalah organisasi dan berita independen Hindia Belanda. FIN memiliki minat pada isu-isu Hindia Belanda.

Bonnie dipolisikan atas artikelnya mengenai penghapusan terminologi ‘Bersiap’ dalam periode pasca kemerdekaan Indonesia 1945.

Secara umum, di Belanda, istilah ‘Bersiap’ itu untuk merujuk pada kekerasan anti-kolonial yang dilakukan orang Indonesia terhadap orang Belanda dalam rentang waktu 1945 – 1950. Namun, dalam tulisan Bonnie, istilah ‘Bersiap’ itu dipandang sebagai simbol kolonialisme berdasarkan hierarki ras dan hubungan kekuasaan feodal. Menurut Bonnie, penggunaan istilah ‘Bersiap’ secara umum untuk kekerasan kepada Belanda selama periode tersebut, berkonotasi sangat rasis.

Bonnie menjelaskan, istilah ‘Bersiap’ selalu menggambarkan orang Indonesia yang primitif dan tidak beradab sebagai pelaku kekerasan, yang tidak sepenuhnya bebas dari kebencian rasial. Padahal, menurut Bonnie, akar masalahnya terletak pada ketidakadilan yang diciptakan kolonialisme yang membentuk struktur masyarakat hierarkis berbasis rasisme serta menyelimuti eksploitasi daerah jajahannya.

Setelah berakhirnya pendudukan Jepang pada 1945, Belanda bersiap menguasai kembali daerah jajahannya dengan mengerahkan ribuan pasukan. Dalam buku sejarah Indonesia, ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda, yang pertama pada 1947 dan kedua pada 1949.

Upaya Belanda ini dilawan sengit pejuang kemerdekaan Indonesia. Diperkirakan 5.000 tentara Belanda dan sedikitnya 100.000 orang Indonesia tewas dalam periode itu.

Pameran Revolusi! Indonesia Merdeka di Rijksmuseum

Di pameran Revolusi! Indonesia Merdeka di Rijksmuseum Amsterdam ini menampilkan 200 objek, termasuk bahan arsip, dokumen, foto, dan lukisan, termasuk tujuh lukisan terpenting dalam sejarah Indonesia sebagai bagian dari pameran. Selain itu, juga ditampilkan Kawan-kawan Repoeloesi oleh Sudjojono dan Biografi II di Malioboro karya Harijadi Sumadidjaja.

Selain itu, terdapat lebih dari 20 kisah pribadi yang menceritakan sejarah Indonesia merdeka; mulai dari kisah bagaimana perjuangannya, bagaimana negosiasi berlangsung, bagaimana propaganda dilakukan hingga bagaimana revolusi menentukan kehidupan rakyat.

Serdadu, seniman, politisi, diplomat, dan jurnalis- setiap orang memiliki perspektif yang berbeda-beda atas revolusi kemerdekaan Indonesia. Pameran Revolusi! adalah pameran tentang objek, seni, dan kisah-kisah atas perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam kurun waktu 1945-1949, dilihat dari kaca mata orang-orang yang menjalaninya.

Pameran ini dikuratori dua kurator sejarah Rijksmuseum, Harm Stevens dan Marion Anker, serta dua kurator tamu Indonesia: Bonnie Triyana dan kurator Amir Sidharta. Usai gelaran di Amsterdam, pameran serupa juga akan digelar di Museum Nasional pada 2023 mendatang.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

61  +    =  69