Channel9.id – Jakarta. Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra menyampaikan, pernyataan pimpinan KPK yang tidak bisa memeriksa kasus Lili Pintauli adalah sebuah keprihatinan.
Menurut Azmi, pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebagai respons upaya ngeles (menampik) dan penghindaran dari tugas tanggungjawabnya
“Jangan sampai menurunkan derajat penegak hukum sebagai alat untuk memberikan keadilan dan biasanya respon begini dilakukan oleh karakter pihak yang gagal,” kata Azmi, Sabtu 23 Juli 2022.
Baca juga: Dewas: Lili Pintauli Siregar Bukan Insan KPK Lagi
Menurut Azmi, KPK saat ini menjadi tawanan dalam dirinya sendiri. Hal itu juga menunjukkan kualitas penegakan hukum semakin lemah ditengah ketidaktertiban yang dilakukan oleh organ KPK sendiri.
“Ironisnya lagi Ketua KPK selalu menyampaikan pada publik” KPK memastikan memegang prinsip zero tolerance. KPK tidak akan mentolerir penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu,” kata Azmi.
Namun, meski berkata begitu, pada akhirnya kualitas KPK dirasakan dan dinilai dari hasil kerjanya. Hasil kerja KPK itulah yang dicermati masyarakat untuk mengatakan bahwa KPK sekarang semakin jinak, budaya kerja ngeles, menghindari suatu tuntutan atau tanggung jawab yang seharusnya dipenuhi KPK yang membuat keadilan semakin terabaikan.
“Teriakan berani jujur oleh KPK hanya retoris, diantara telah jelas dan nyata terjadi penyelewengan dan kewenangan diselewengkan, penyalahgunaan jabatan, dimana organ KPK mempraktikkan sendiri hal yang dikecamnya,” ujarnya.
Menurut Azmi, perbuatan Lili Pintauli sebagai insan KPK, mendapatkan sanksi lebih berat mengacu UU 30/2002 tentang KPK. Dalam pasal itu, ada penambahan sepertiga hukuman bagi pelaku korupsi yang berasal dari KPK, bukan pula menghindar atau berkompromi
“Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak memproses hukum koleganya sendiri,” kata Azmi.
Apalagi KPK juga pernah memproses kasus AKP Suparman pada tahun 2005, bermula adanya upaya pemerasan yang dilakukan penyidik KPK, Setelah serangkaian penyelidikan, KPK akhirnya menaikkan kasus ke tingkat penyidikan. AKP Suparman ditangkap di kediamannya di Bandung termasuk dalam kasus penyidik KPK Stefanus Robin yang memeras walikota Tanjung Balai, dimana KPK bisa memproses lanjut, tidak ngeles, membuat pernyataan yang kesannya simpang siur seperti dalam kasus komisioner Lili Pinta Ulli.
“Jadi upaya ngeles organ KPK, dan tidak ada standarisasi penanganan proses hukum insan KPK dalam kasus ini akan banyak dampak negatif yang ditimbulkan sekaligus menjadi sebuah tragedi dan menjadi cermin sejarah bangsa dan sejarah hukum akan tertulis bahwa posisi pimpinan KPK termasuk Dewas KPK berada di tepi jurang kehancuran, runtuhnya fungsi etik Dewas, dalam melihat upaya penghindaran tanggung jawab pidana yang dilakukan Lili selaku komisioner KPK, jadi ini sikap yang sangat tidak tepat dari KPK,” ujarnya.
Hal ini serasa diberikan impunitas oleh KPK, karena impunitas ini dapat mengundang pelaku untuk melakukan kejahatan lebih besar di masa yang akan datang.
“Semestinya KPK mengingat tujuan dan cita cita UU KPK haruslah lebih berani memproses perilaku yang bertentangan dengan hukum, menggali fakta serta rekomendasi tindak lanjut penegakan hukumnya guna mengimbangi upaya penghindaran tanggung jawab yang dilakukan Lili sebagai komisioner KPK, sebab perbuatan yang dilakukan Lili pada saat ia menjabat sebagai komisioner KPK haruslah dipertanggungjawabkan secara hukum,” ujarnya.
HY