Channel9.id-Jakarta. Massa politik bisa memengaruhi elit politik secara langsung, termasuk bisa menjatuhkan presiden dari jabatannya. Hal ini sebagaimana dipaparkan oleh Profesor Hermawan Sulistyo di seminar internasional bertajuk “Security Update” yang digelar oleh Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, baru-baru ini.
Hermawan menjelaskan bahwa di 2022 ini, kajian soal massa politik itu harus menggunakan pendekatan longitudinal. Dengan pendekatan ini, hadirnya massa politik dilihat secara menyeluruh.
“Tidak ada massa politik yang ‘meledak’ dan ‘rusuh’ serta berupaya menjatuhkan presiden tanpa ada sebab. Kemunculan massa politik ini mesti dilihat dari faktor sebab dan akibatnya,” jelas dia. Ia menambahkan bahwa melalui pendekatan longitudingal, bisa dilihat bahwa massa politik tak hanya dipicu oleh adanya kepentingan politik pihak tertentu.
“Dengan pendekatan itu akan didapat data seperti data statistik mengenai ekonomi hingga sosial,” lanjutnya. Ia mencontohkan bahwa kejatuhan Suharto di 1998. “Sebelumnya juga terjadi krisis ekonomi di 1997 yang terjadi di Asia. Ekonomi jadi salah satu faktor kejatuhan Suharto waktu itu.”
Lebih lanjut, Hermawan mencatat bahwa untuk menjatuhkan presiden, massa politik membutuhkan berbagai syarat. Syarat yang utama adalah melakukan demonstrasi.
“Jika ingin menjatuhkan presiden melalui massa politik, maka harus dilakukan demonstrasi besar-beraran. Paling tidak lebih dari 100.000 massa yang ikut aksi. Aksi setiap hari dalam sebulan… Dibutuhkan pula sosok dan tentu saja uang,” terangnya.
Di samping faktor ekonomi, ada pula faktor sosial. “Di Indonesia banyak terjadi masalah sosial, seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial. Inilah isu kritis di Indonesia saat ini. Masalah ini bisa memicu situasi untuk meledak menjadi kerusuhan,” ungkap Hermawan.
Selain faktor ekonomi dan sosial, terdapa faktor politik yang memengaruhi elit politik. Hermawan mencontohkan bahwa Indonesia akan menggelar Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) di 2024 mendatang. Calon pengganti petahana saat ini sedang bersiap-siap untuk berkontestasi politik.
“Di 2024 nanti, Indonesia akan melakukan Pileg dan Pilpres. Periode Presiden Jokowi akan berakhir dan digantikan oleh yang baru… Jadi, sebetulnya demonstrasi untuk menjatuhkan presiden tak perlu dilakukan lagi karena proses ini,” tutur Hermawan.