Channel9.id – Jakarta. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyampaikan, Indonesia adalah bangsa yang unik. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan dilewati oleh tiga zona waktu.
Hal itu disampaikan Mendagri dalam Penyerahan Sertifikat Rekor MURI untuk Gerakan Pembagian 10 Juta Bendera Merah Putih, Senin 5 September 2022.
“Tidak banyak negara yang sangat unik seperti Indonesia yaitu negara yang sangat luas lebih dari 17 ribu pulau dan tiga zona waktu. Kalau peta Indonesia itu dipotong ditaruh di Benua Eropa itu akan tertutup Portugal sampai Moskow. Kalau di Benua Amerika, tertutup dari San Francisco sampai New York. Bedanya mereka daratan, kalau kita negara kepulauan,” ujar Mendagri.
Baca juga: Gerakan Pembagian Bendera Merah Putih Raih Rekor MURI, Kemendagri: Bukti Nasionalisme Masih Tinggi
Namun, menurut Tito, keunikan paling penting bagi Indonesia adalah bangsa yang plural. Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku, lebih dari 700 bahasa lokal, berbagai macam keturunan ras, keberagaman agama, dan masih banyak lagi.
“Dari segi landscape kita negara yang luar biasa ada gunung tinggi, ada hutan, ada lembah, sungai, pulau-pulau terpecil, yang belum tentu dimiliki negara lain. Maka tidak heran, Indonesia dinobatkan sebagai negara terindah di dunia pada 2022 versi Forbes dan Money.co.uk,” kata eks Kapolri ini.
Mendagri menyampaikan, keberagaman itu yang harus disyukuri dan dijaga. Menurut Tito, keberagaman itu disatukan karena rasa persatuan dan kesatuan berbagai elemen bangsa. Buktinya, Indonesia bisa terus bertahan sampai umur 77 tahun ini. Tidak banyak negara bangsa yang bisa bertahan di umur ini.
“Tidak banyak negara yang bisa survive bahkan ada negara yang mundur seperti Uni Soviet yang memiliki kekuatan militer besar, memiliki ekonomi yang kuat, tapi pecah tahun 90 menjadi Rusia dan negara kecil lainnya,” kata Tito.
“Kita masih tetap bertahan sebagai satu bangsa dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote dengan seluruh keberagamannya. Kita juga melihat negara-negara lain, yang tidak banyak beragam tapi kemudian pecah, perang antar mereka sendiri, antar-anak bangsa. Mereka mundur ke belakang bukan ke depan,” kata Mendagri.
Tito menyampaikan, contoh negara mundur adalah Afghanistan. Negara yang hanya miliki 7 suku ini mengalami perang saudara. Padahal, negara ini lebih dahulu berdiri.
“Hanya 7 suku sedangkan kita ada 1.300 suku. Dia juga memiliki agama dominan dan lahir 1919. Jauh lebih lama dibanding Indonesia. Tapi yang kita saksikan sekarang, bom bunuh diri, bunuh membunuh antar anak bangsanya,” ujar Tito.
“Pakistan juga, mohon maaf saya tidak mau memberikan image negatif, tapi sebagai model perbandingan saja. Pakistan negara yang juga banyak suku bahkan hampir semua satu agama tapi konflik tak pernah berakhir. Dan setahu saya, tidak ada pemerintahan yang bertahan salama lima tahun. Biasanya karena wafat gugur atau dijatuhkan,” kata Tito.
Dengan sejumlah contoh kasus itu, Mendagri lantas mengajak masyarakat mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan kepada bangsa Indonesia sehingga sampai 77 tahun masih bisa berdiri dan bersatu. Keberagaman merupakan kekayaan bangsa Indonesia.
Namun, Tito juga mengingatkan bahwa dalam ilmu manajemen konflik, setiap perbedaan berpotensi konflik. Oleh karena itu, konflik harus dimanage jangan sampai saling menghancurkan.
“Konflik harus diredam dan dinetralisir. Salah satunya dengan mengembangkan common intereset. Kalau ingin menyatukan suatu kelompok maka naikkan kepentingan bersama. Kepentingan perbedaan harus ditekan sekecil mungkin maka dia akan tidak meledak. Sebaliknya kalau ingin memecah suatu kelompok setiap perbedaan eksploitasi besar besaran itu rentan itu konflik pecah,” kata Tito.
“Oleh karena itu dalam rangka menjaga pluralisme-pluralisme itu kita ibaratkan sebagai kesehatan. Dia tidak datang begitu saja. Tapi harus dirawat terus dirawat. Kita harus bisa merawatnya dengan menaikkan semua common interest, kepentingan bersama kita. Kepentingan bersama kita adalah satu bangsa. Nilai-nilai itu harus dieksplorasi terus menerus dan perbedaan itu harus dikecilkan. Baru bisa dikatakan bangsa bersatu,” kata Tito.
Bagi Mendagri, salah satu upaya untuk merawat kepentingan bersama sebagai satu bangsa adalah memanfaatkan momentum ketika ada event nasional. Oleh karena itu, momentum Hari Kemerdekaan 17 Agustus tidak boleh dilewatkan begitu saja. Harus dimanfaatkan untuk menyalakan api nasionalisme.
“Ibarat api kebangsaan, api ini engga boleh padam tapi harus diberi terus minyak sehingga apinya berkorban untuk menyatukan kita. Bendera Merah Putih sebagai bendera tapi sebetulnya itu adalah simbol kebangsaan kita,” kata Tito.
“Jadi ketika Pak Dirjen Polpum, Pak Bahtiar menyampaikan ingin mengadakan Gerakan Pembagian 10 Juta Bendera Merah Putih, saya bilang bagus sekali,” kata Mendagri.
Tito berharap kegiatan pembagian bendera itu, bisa terus merawat api kebangsaan bangsa yaitu negara yang unik, yang plural dalam bingkai NKRI.
“Saya berpendapat bahwa modal terpenting kita sebagai negara plural bukan kekayaan alam, bukan jumlah penduduk, tapi nomor 1 kebersamaan kita sebagai bangsa dan rasa persatuan dan kesatuan kita. Kita boleh berbeda pendapat tapi kita harus bersatu begitu menghadapi permasalahan di dalam negeri dan luar negeri kita harus bisa survive sebagai bangsa. Bukan hanya 77 tahun tapi sepanjang masa,” pungkasnya.
HY