Kenapa Ada Orang yang Hobi Makan Pedas?
Techno

Kenapa Ada Orang yang Hobi Makan Pedas?

Channel9.id-Jakarta. Pedas bukanlah rasa seperti asam, asin, atau manis, melainkan sensasi yang muncul karena pengaktifan reseptor rasa sakit di lidah. Kendati “sakit”, rupanya ada banyak orang di dunia yang menggemari makanan pedas. Dilansir dari Guardian, psikolog dari University of Pennsylvania Paul Rozin mengatakan bahwa ada sekitar sepertiga orang di dunia memakan cabai per harinya

Dikatakan bahwa orang menyukai makanan pedas karena sensasi terbakar setelah memakannya. Menurut Rozin, cabai merupakan salah satu di antara banyak hal yang seharusnya tak dinikmati—seperti kopi yang pahit dan tembakau yang keras. Namun, karena “kekepoan” manusia, cabai kemudian diketahui bisa dinikmati.

Adapun rasa pedas pada cabai didapati dari kandungan yang dimilikinya, capsaicin. Capsaicin ini merupakan anggota dari molekul vanilloid yang mengikat reseptor pada lidah yaitu disebut subtipe reseptor vanilloid (VR) 1. Saat berikatan dengan reseptor VR1, sensasi yang dihasilkan oleh molekul capsaicin adalah sensasi yang sama dengan yang akan disebabkan oleh panas. Proses ini menunjukkan bahwa capsaicin memunculkan rasa terbakar.

Saat para ilmuwan menemukan bahwa reseptor VR1 merupakan anggota yang lebih besar dari saluran ion TRP, reseptor VR1 dinamai TRPV1. Reseptor TRP ini sensitif terhadap perubahan suhu.

Adapun ketika cabai menjadi sumber capsaicin, sejatinya tak ada kerusakan jaringan. Namun karena ia berikatan dengan reseptor TRPV1, otak pun tertipu dan percaya bahwa lidah terbakar.

Perihal preferensi makan pedas, setiap orang jelas berbeda-beda. Hal ini telah dibuktikan oleh studi pada 1980 silam. Di tahun itu, Rozin dan koleganya, Deborah Schiller membandingkan preferensi cabai orang Meksiko dan Amerika. Lalu didapati bahwa orang-orang Meksiko pada umumnya memakan cabai beberapa kali dalam sehari. Sementara orang-orang Amerika hanya memakan cabai beberapa kali dalam seminggu.

Jika data itu menjelaskan preferensi terhadap rasa sakit yang ditimbulkan cabai, maka orang Meksiko tentu punya toleransi yang lebih tinggi terhadap cabai daripada orang Amerika. Namun, data itu menunjukkan bukti adanya perbedaan, tetapi tak signifikan secara statistik. Prediksi lain menyebut bahwa toleransi seseorang terhadap pedas akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Namun, baik Rozin maupun Schiller tak menemukan korelasi antara usia dan tingkat toleransi itu.

Adapun menurut teori Rozin, hubungan manusia dan cabai merupakan hasil dari “constrained risk” atau situasi di mana manusia merasakan sebuah sensasi ekstrem tanpa harus benar-benar terluka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

69  +    =  76