Channel9.id – Jakarta. Hasil penelitian PGI dan ICRS menunjukkan pada umumnya kaum muda kurang peka terhdap wacana Kebebasan Beragama dan Berkeyaninan (KBB).
“Kaum muda peka pada isu sosial dan kemanusiaan seperti lingkungan hidup dan keamanan data, namun terbatas perhatiannya terhadap wacana KBB,” demikian hasil penelitian itu yang disampaikan Jeirry Sumampow Kepala Humas PGI dalam keterangan tertulis, Selasa 28 Maret 2023.
Apa lagi wacana ini, kata Jeirry, khususnya yang menimpa kelompok minoritas agama masih dipandang rawan dan beresiko tinggi. Sikap ini tidak lepas dinamika lokal, nasional, maupun beban sejarah di daerah masing-masing.
Namun ada yang cukup positif terkait KBB pada kaum muda, hasil penelitian PGI dan ICRS menunjukkan bahwa mereka cair dan fleksibel dalam beragama. Mereka juga toleran terhadap perbedaan namun kadar toleransi berjenjang.
“Urusan pribadi, seperti kesehatan, aktualisasi diri, hiburan, pekerjaan, jejaring politik, dan lainnya lebih mendominasi aktivitas medsos. Namun derajat fleksibilitas dan efektivitas sikap agama tergantung kemajemukan lingkungan, keluarga yang membesarkannya, budaya dan konteks lokal,” kata Jeirry menjelaskan temuan hasil penelitian itu.
Selain itu dalam kehidupan beragamanya, kaum muda masih di bawah bayang-bayang struktur, otoritas sosial keagamaan tradisional, sejarah lokal dan logika mayoritas-minoritas, yang menentukan ekspresi keagamaan dan sikap terhadap kasus-kasus KBB.
Selanjutnya, kata Jeirry, kaum muda mengelola eksistensi di medsos sebagai ruang sosial dan kanal ekspresi diri, ekspresi keagamaannya, di antaranya sebagai taktik dan strategi menghindari tatapan otoritas dalam menentukan sikap keagamaannya.
“Dinamika ini misalnya dilakukan melalui penamaan akun, pengelolaan beberapa akun medsos (multiple accounts), aktivasi virtual private network (VPN), komunikasi melalui layanan terenkripsi dan berbasis cloud computing seperti Telegram atau Signal, peramban mayantara (internet browser) seperti DuckDuckGo, Tor Browser, dan lainnya,” beber Jeirry.
Temuan-temuan itu sebagai kesimpulan dari hasil penelitian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bekerjasama dengan Indonesian Consortium
for Religious Studies (ICRS) menyelenggarakan dua putaran penelitian dinamika aktivisme digital kaum muda dalam kaitan wacana Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB).
“Putaran pertama dilaksanakan pada tahun 2021, dilanjutkan yang kedua tahun 2022. Penelitian pertama berfokus pada persepsi generasi Z (Gen Z), bertajuk “Kajian Respon Generasi Z terhadap Kasus-kasus Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Media Daring,” demikian kata Jeirry.
Tujuan penelitian ini, menurut Jeirry, untuk memetakan dan memahami perspektif kaum muda terhadap
wacana kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB), dalam konteks aktivisme digital. Tim peneliti putaran kedua terdiri dari Dr. Leonard Chrysostomos Epafras (ICRS), Dra. Evelyn Suleeman, M.A. (Universitas Indonesia), dan Daisy Indira Yasmine, M.Soc.Sci. (Universitas Indonesia).
Penelitian kedua kali ini, dikatakan Jeirry, memusatkan perhatian pada kaum muda yang lebih luas, yaitu Gen Z dan Y (Milenial), dalam rentang usia 18 hingga 34 tahun. Memanfaatkan metode campuran, tim peneliti melakukan amatan medsos, wawancara, focus group discussion (FGD), survei, dan bereksperimen dengan analisa mahadata (big data).
“Wawancara dan FGD dilakukan di lima kota yang mewakili persebaran lima wilayah penetrasi internet atau mayantara menurut APJII (Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) yaitu wilayah Sumatera diwakili kota Padang, Jawa diwakili Jakarta, Bali dan Nusa Tenggara diwakili Denpasar, Kalimantan diwakili Pontianak, dan Manado mewakili Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua,” katanya.
Sedangkan analisa mahadata, melalui Social Network Analysis (SNA) dilakukan oleh rekanan tim peneliti yaitu Laboratorium Indonesia 2045 (Lab45). Periode penelitian Mei hingga Agustus 2022.
“Survei daring berhasil menjaring 922 responden mewakili 33 provinsi, kecuali Bangka Belitung. Amatan medsos dilakukan terhadap 52 postingan YouTube, Instagram, Twitter, dan TikTok, sebagai platform digital kaum muda,” kata Humas PGI itu.
Di samping secara khusus menggali tanggapan mereka terhadap wacana KBB, penelitian ini juga mendapat manfaat memahami perilaku, kecenderungan, dan praktik sosial beragama di medsos.
“Di samping rentang usia yang lebih luas, yaitu dua generasi Z dan Milenial, penelitian kali ini mengamati konteks lokal, maupun disparitas urban dan rural, perkotaan dan pedesaan sebagai variabel tambahan untuk mempertajam amatan,” ujar Jeirry.
Baca juga: Setara Rilis Laporan Tentang Kondisi Kebebasan Beragama di Indonesia