iuran bpjs kesehatan diusulkan naik
Nasional

BPJS: Tidak Ada Urgensinya Melebur UU JKN ke dalam RUU Kesehatan

Channel9.id-Jakarta. Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan omnibus law terus begulir hingga Kamis (30/3) ini. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan turut mengungkapkan pandangannya terhadap RUU tersebut.

Deputi Direksi Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Regulasi di BPJS, Siswandi, mengatakan bahwa BPJS tak melihat adanya urgensi untuk meleburkan atau merevisi undang-undang (UU) penyelenggaraan jaminan kesehatan untuk RUU Kesehatan. Adapun UU yang dimaksud yaitu UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS (UU BPJS).

Pasalnya, kata Siswandi, pelaksanaan program jaminan kesehatan selama ini, yakni Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sudah benar. “Itu bisa dilihat dari pencapaian program JKN selama ini, baik dari aspek risk polling, revenue collection, maupun purchasing,” ujarnya dalam mimbar publik yang gelar oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan empat organisasi kesehatan lainnya, termasuk PDGI, IAI, PPNI, dan IBI, serta MHKI dan MKI, Kamis (30/3).

Disebutkan bahwa capaian program JKN meningkat signifikan di tahun 2022 dibandingkan ketika BPJS didirikan pada 2014 lalu. Sebagai contoh, cakupan peserta naik 86,45 persen. Pendapatan iuran juga naik 253,81 persen. Demikian pula aset yang kini naik menjadi 505,89 persen.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga berpandangan bahwa apabila ada perubahan pada UU SJSN dan UU BPJS, maka lebih tepat keduanya masuk ke dalam UU Jaminan Sosial; bukan UU Kesehatan. Alasannya, kedua UU itu juga merupakan amanat konstitusi UUD 1945—di samping perihal kesehatan.

“Tujuan Jaminan Sosial dan UU Kesehatan tidak selaras dan terlalu kompleks apabila diatur bersamaan di RUU Kesehatan,” ujar Siswandi. Ia menjelaskan bahwa Jaminan Sosial tak hanya mencakup Jaminan Kesehatan, tetapi juga Jaminan Ketenagakerjaan—termasuk Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

BPJS Kesehatan juga menyebut adanya potensi lain jika UU Jaminan Sosial masuk ke UU Kesehatan, yaitu terganggunya sustainabilitas program dan pereduksian peran BPJS Kesehatan, yang pada gilirannya akan mempersulit menangani kecurangan yang kerap dilakukan oleh fasilitas kesehatan dan mengganggu mutu layanan.

Siswandi juga menambahkan bahwa apabila ingin mengubah UU SJSN dan UU BPJS, khususnya terkait jaminan kesehatan,  maka “cukup mengubah Perpres saja. Ini agar lebih efektif. Bukan mengubah UU,” lanjutnya.

Untuk diketahui, norma-norma yang diatur dalam perubahan UU SJSN dan UU BPJS, khususnya terkait jaminan kesehatan, merupakan norma yang berisi peraturan teknis. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Beserta Perubahannya.

Terakhir, lanjut Siswandi, BPJS berpandangan bahwa pasal-pasal yang diubah di UU SJSN dan UU BPJS berpotensi menghilangkan check and balance dalam penyelenggaraan program JKN.

“Ini mengingat pengaturan yang mengubah kewenangan presiden menjadi kewenangan menteri—misalnya rumusan yang mengubah kedudukan kelembagaan BPJS Kesehatan, yang semula langsung bertanggung jawab kepada presiden diubah menjadi menteri,” tutupnya.

Baca juga: BPJS Watch: Iuran JKN Jangan Diintervensi Pemerintah 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +  6  =