Hot Topic Hukum

Pengamat Kepolisian Sebut Bukti Dalam Kasus Teddy Minahasa Tidak Saling Berkaitan

Channel9.id – Jakarta. Pengamat Kepolisian, Alfons Loemau menanggapi tuntutan jaksa terhadap terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkoba. Sebelumnya, mantan Kapolda Sumatera Barat itu dituntut hukuman mati dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).

Menurut Alfons, jaksa boleh saja menuntut semaksimal mungkin. Namun, tuntutan itu harus juga sesuai dengan fakta persidangan dan alat-alat bukti yang ada.

Kendati demikian, Alfons menilai informasi-informasi yang memberikan kekuatan hubungan hukum antara Teddy Minahasa dengan mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara hanya melalui bukti elektronik berupa pesan Whatsapp.

“Sedangkan ada ketentuan yang pernah menyatakan bahwa selama bukti elektronik itu tidak diperoleh melalui suatu proses penyidikan, tidak memiliki nilai pembuktian secara hukum,” kata Alfons saat diwawancara, Kamis (4/5/2023).

Alfons yang juga merupakan Dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) menilai, penyelidikan kasus yang menjerat Teddy Minahasa tidak memiliki bukti-bukti yang saling berkaitan. Ia mengatakan bukti elektronik yang menyebutkan Teddy Minahasa menyuruh Dody menjual narkoba pun tidak saling berkesesuaian.

“Bukti-bukti mana yang saling berkaitan sehingga saling berkesesuaian bahwa Teddy menyuruh itu yang tidak diketemukan. Ada missing link di sana,” ujar Alfons.

“Sedangkan kalau buktinya menyuruh dengan bukti elektronik, bukti elektronik pun terputus-putus, semata-mata pengakuan Dody. Dari teknik pembuktian itu harus ada berkesesuaian satu dengan yang lainnya alat bukti untuk bisa memiliki nilai pembuktian secara hukum,” sambungnya.

Seharusnya, kata Alfons, bukti tidak boleh terputus-putus meskipun yang dipakai adalah bukti elektronik. Ia menilai, bukti semestinya menjadi satu rangkaian yang disusun secara kronologis dan tidak boleh terpotong-potong.

“Sebuah cerita apabila terpotong secara paragraf maka akan menjadi cerita yang terfragmentasi dan sulit dilihat benang merahnya. Jadi dari sisi proses penyelidikan itu banyak kelemahan di dalam mengungkap kasusnya,” sebutnya.

Ia menduga ada pihak yang ingin menjatuhkan Polisi Bintang Dua itu. Sebab, lanjut Alfons, Teddy Minahasa dikabarkan bakal memikul jabatan yang sama prestisius dibanding saat sebelum terjerat kasus.

“Karena bisa terjadi kasus ini merupakan sebuah serangan balas terhadap hal-hal sebelumnya. Tidak bisa dilepaskan dengan apa yang terjadi sebelumnya di petinggi Polri. Karena Pak Teddy ini kan dari Kapolda Sumbar akan menjadi Kapolda Jawa Timur, sebuah jabatan prestisius juga,” tuturnya.

Di sisi lain, Alfons menilai, hal yang seharusnya diperhatikan juga yaitu terkait pengungkapan peredaran 41,4 kilogram sabu oleh Irjen Teddy Minahasa. Sebab, menurutnya, pengungkapan peredaran sabu besar-besaran itu perlu mendapatkan apresiasi.

“Itu (pengungkapan 41,4 kilogram sabu) juga sebuah perjuangan yang tidak sederhana. Berapa pengeluaran penyergapan. Sebuah kegiatan pengungkapan perkara kan perlu perencanaan penyelidikan untuk menemukan barang bukti. Itu kan sebuah kerja besar,” tuturnya.

Menurutnya, pengungkapan besar-besaran itu menjadi kabur dan seolah-olah hanya terpaku pada kasus Teddy semata. Padahal, kata Alfons, pengejaran Teddy hingga ke pabrik sabu di Taiwan seperti yang disebutkan dalam persidangan, menjadi sejarah baru dalam pengungkapan kasus narkoba di Indonesia.

“Kalau dikatakan dalam persidangan bahwa ke Taiwan, beberapa kali ke pabrik, sejarah pengungkapan narkoba di Indonesia belum pernah diketahui bahwa Taiwan sebagai negara pemasok atau produsen. Tidak pernah ada data itu,” pungkas Alfons.

Baca juga: Catat! Sidang Vonis Teddy Minahasa Terkait Peredaran Narkoba Digelar 9 MeI

Baca juga: Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati, Tak Ada Hal Meringankan

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  63  =  70