Oleh: DIPAJATI EL-NAYO TRAH HUTOMO
Channel9.id – Jakarta. Konflik antara Ukraina dan Rusia menjadi pembahasan di seluruh dunia. Menurut sejarah, konflik antara Ukraina dan Rusia sudah lama terjadi.
Mengutip dari aljazeera.com, dahulu Ukraina, Rusia, dan negara tetangga Belarusia menjadi negara adidaya di abad pertengahan. Sebagian besar wilayah mencakup Eropa Timur. Perang Rusia-Ukraina hingga kini belum memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir.
Hingga saat ini Rusia-Ukraina masih terlibat kontak senjata di hampir seluruh wilayah Ukraina sejak perang dimulai pada 24 Februari lalu.
Konflik antara Rusia dan Ukraina jelas berdampak pada aspek politik, pengendalian senjata, terorisme, dan ekonomi di dunia dan konflik tersebut juga beresiko memperburuk hubungan antara Amerika Serikat dan Rusia. Terkait hal tersebut, maka terjadi beberapa masalah seperti apa yang menjadi alasan Rusia melakukan perang ke Ukraina dan bagaimanakah peran Dewan Keamana PBB terkait perang Rusia ke Ukraina.
Alasan Rusia melakukan perang ke Ukraina adalah karena adanya permintaan bantuan dari para pemimpin kelompok separatis di Ukraina timur serta karena alasan sejarah, politik dan ekonomi.
Konflik bersenjata di Ukraina Timur sempat terjadi di awal tahun 2014. Sementara itu bulan Oktober 2021, Rusia mulai memindahkan pasukan dan peralatan militer di dekat perbatasan Ukraina. Pemindahan pasukan dan militer ini memicu potensi perang.
Tahun 2005 dan 2014, terjadi revolusi di negara Ukraina. Negara tersebut menolak supremasi Rusia dan mencari cara untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization). NATO mewajibkan anggota setiap negara mencari solusi damai dan menuntaskan konflik. Posisi NATO murni sebagai aliansi pertahanan. Jika salah satu negara diserang, maka anggota dari negara NATO mewajibkan untuk solidaritas.
Mengutip dari Global Conflict Tracker (CFR) menjelaskan latar belakang konflik kedua negara ini.
Berikut penyebab konflik Rusia-Ukraina yang selalu terjadi antara lain:
1. Tahun 2013 Awal mula krisis di Ukraina ketika terjadi protes di ibu kota Kyiv, Ukrarina. Pada November 2013, Presiden Viktor Yanukovych dari Ukraina menolak untuk kesepakatan dan ekonomi dengan UNI Eropa.
2. Tahun 2014 Pasukan militer Rusia mengambil wilayah Krimea, Ukraina. Warga Krimea juga memilih bergabung dengan Federasi Rusia dalam sebuah Referendum. Kemudian Presiden Vladimir Putin menjelaskan perlunya perlindungan dan hak-hak warga negara Rusia, serta penutur bahasa Rusia di Krimea dan Ukraina Tenggara. Krisis ini membuat perpecahan etnis. Terjadi gerakan separatis yang mendukung Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk, di Ukraina Timur. Gerakan separatis ini ingin melakukan deklarasi kemerdekaan dari Ukraina.
3. Tahun 2015 Negara Ukraina menjadi krisis internasional bulan Juli, 2014. Hal ini membuat Amerika Serikat dan Uni Eropa (UE) berselisih dengan Rusia. Terjadi kecelakaan pesawat penerbangan Malaysia Airlines yang ditembak jatuh di wilayah udara Ukraina. Kecelakaan pesawat tersebut menewaskan 298 penumpang. Bulan Oktober 2015, penyelidik dari Belanda menyimpulkan pesawat tersebut jatuh karena rudal darat ke udara buatan Rusia.
4. Tahun 2015 Para penyelidik menjelaskan sistem rudal disediakan oleh Rusia bulan September 2016. Sebelumnya negara Perancis, Jerman, Rusia, dan Ukraina melakukan kesepakatan untuk menghentikan kekerasan di bulan Februari tahun 2015. Perjanjian tersebut mencakup gencatan senjata, penarikan senjata, dan kontrol penuh pemerintah Ukraina, untuk mengurus wilayah konflik. Tetapi penyelesaian diplomasi tidak berhasil.
5. Tahun 2016 NATO mengumumkan aliansi akan mengerahkan 4 batalyon ke Eropa Timur seperti Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia. Pasukan ini untuk mencegah agresi Rusia di wilayah Eropa Timur. Pasukan NATO ini bergabung dengan dua brigade tank Angkatan Darat Amerika Serikat. Pengerahan pasukan ini terjadi bulan September 2017. Sejak konflik di tahun 2014, warga Ukraina mendapatkan serangan siber. Tahun 2016, warga Kyiv terkena pemadaman listrik. Tahun 2017 terjadi serangan siber komputer pemerintah dan bisnis di Ukraina.
6. Tahun 2018 Ukraina menyetujui untuk bergabung dengan NATO untuk latihan udara skala besar bulan Oktober 2018. Pelatihan tersebut dilakukan di wilayah Ukraina Barat. Latihan tersebut dilakukan 1 bulan setelah Rusia mengadakan latihan militer tahunan.
Alasan-alasan lain yang menjadi penyebab perang Rusia ke Ukraina adalah. Pertama adalah alasan sejarah. Rusia menganggap Ukraina sebagai “orang kita”, satu bangsa , satu ras, satu Bahasa yang memiliki tradisi yang sama yang awalnya Kiev pernah menjadi ibukota Rusia abad 10 – 11 M.
Selain itu, kejayaan masa lalu menjadi salah satu teori yang patut disorot. Hal ini diperkuat dengan retorika Presiden Putin beberapa hari sebelum penyerangan. Presiden Putin berkata bahwa Ukraina adalah bagian lama dari Rusia. Ia juga berkata bahwa Rusia telah “dicuri” ketika Uni Soviet runtuh pada 1991. Ia pun menuduh Ukraina sebagai “koloni” AS. Rusia juga sebetulnya sudah lama mencoba mengintervensi politik di Ukraina, namun sejak Rusia mencaplok Semenanjung Krimea di 2014, perpolitikan di Ukraina cenderung berseberangan dengan Rusia.
Alasan kedua, Alasan Politik. Rusia sejak lama menolak Ukraina bergabung ke dalam NATO. Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Jose Tavares, menyatakan bahwa Rusia khawatir jika NATO membawa persenjataan ke perbatasan Ukraina, sehingga kota-kota besar Rusia bisa jadi sasaran yang mudah ditarget. Meski demikian, NATO masih buka pintu jika Ukraina ingin bergabung. Di sisi lain, Ukraina pun memang ingin bergabung dengan NATO.
Sejak rezim Victor Yanukovich pro Kremlindiganti oleh Badan Legislatif Nasional Ukraina tahun 2014, penggantinya Petro Poroshenko pro barat dan dilanjutkan oleh Volodymyr Zalensky yang ingin bergabung ke EU dan NATO. Ancaman nyata, sejak tahun 2008, George W Bush menyatakan Ukraina akan bergabung ke NATO. Sejak itu, Putin memiliki ambisi politik untuk menguatkan kedudukan Rusia dalam percaturan geoplitik Kawasan, sekaligus membentuk new road map Rusia Raya di wilayah Baltik.
Alasan ketiga, adalah Alasan Ekonomi. Ukraina merupakan negara strategis dalam lalulintas perekonomian rusia dengan eropa barat, termasuk pipa-pipa migas rusia ke eropa barat (50% kebutuhan gas eropa barat dipasok dari Rusia. Ukraina memiliki SDA, baik tambang maupun perktanian yang melimpah , seperti migas, nikel, gandum, bunga matahari, dll, pemasok terbesar gandum dan bunga matahari dunia. Ukraina memiliki pelabuhan-pelabuhan strategis di laut hitam.
Alasan keempat, adalah alasan Keamanan. Secara geografis, Ukraina berbatasan langsung dengan wilayah barat territorial Rusia, Sejak kemerdekaan Ukraina tahun 1991, Ukraina cenderung memilih bergabung sebagai Eropa, dan pada tahun 2006 Ukraina ingin bergabung ke NATO dan Ukraina adalah pintu gerbang Rusia di wilayah barat yang merupakan buffer state terhadap ancaman barat.
Alasan kelima, alasan separatisme, dimana Rusia telah lama mendukung gerakan separatis di negara- negara bekas Soviet. Pada 2008, Rusia juga berperang melawan Georgia akibat masalah ini. Rusia diketahui mendukung separatis di daerah Ossetia Selatan dan Abkhazia, hal itu memicu reaksi keras dari Georgia. Namun, dua daerah itu berhasil dikuasai pengaruh Rusia, meski tak diakui dunia.
Sebelumnya, Rusia juga mendukung para separatis di Semenanjung Krimea milik Ukraina. Dan baru-baru ini, Putin mengakui kedaulatan daerah Donetsk dan Luhansk. Vladimir Putin juga mengirim pasukan ke dua daerah itu, meski dunia internasional masih mengakui dua daerah itu sebagai milik Ukraina, sehingga otomatis langkah Putin disamakan dengan membawa pasukan ke Ukraina.
Dalam konflik Rusia-Ukraina, PBB memiliki peran penting untuk mengakhiri perang. Melalui Dewan Kemanan PBB bisa mengakhiri konflik bersenjata kedua negara.
PBB memang telah menjadi organisasi internasional yang dapat mencegah terbentuknya Perang Dunia Baru. Namun, PBB tidak menahan adanya konflik yang terjadi di wilayah regional di berbagai belahan dunia. Tercatat sudah ada lebih dari 150 konflik yang telah menelan 20 juta lebih korban jiwa, dan PBB tidak seluruhnya dapat mengatasi konflik- konflik tersebut.
Ketika ada situasi tertentu di mana resolusi yang telah ditetapkan PBB atau kondisi dimana konflik tersebut sudah dianggap dapat mengancam keamanan dan perdamaian internasional. PBB dapat menjatuhkan sanksi-sanksi tertentu kepada negara yang melanggar tersebut.
DK PBB dapat menjatuhkan sanksi kepada suatu negara dalam 3 hal. Jika suatu negara melanggar prinsip-prinsip yang secara langsung dapat mengancam perdamaian dan jika tidak dipatuhi maka negara tersebut dapat dikenakan sanksi ekonomi yang kemudian dapat diikuti dengan pemberian sanksi militer.
Terdapat ketiga hal yang dapat menyebabkan sebuah negara dapat dikenakan sanksi oleh PBB. Pertama, jika suatu negara mengadakan tindakan-tindakan yang mengancam perdamaian. Kedua, jika suatu negara melanggar perdamaian. Ketiga, suatu negara tersebut melancarkan suatu agresi kepada negara lain.
Banyak perdebatan menganai ketiga kondisi yang telah ditetapkan dimana suatu negara dapat dikenakan sanksi militer ataupun ekonomi oleh PBB. Tidak ada kesepakatan mengenai kejelasan batasan- batasan tentang melanggar perdamaian yang dimaksut dalam tiga kondisi tersebut. Demikian pula dengan pengertian mengenai ‘tindakan agresi’ juga banyak diperdebatan dalam merumuskan dan sesudah PBB berjalan.
Selama berdirinya PBB melalui DK PBB terdapat beberapa kondisi di mana PBB pernah menjatuhkan sanksi kepada negara-negara yang dianggap melanggar atau mengancam keamanan dan perdamaian internasional. Negara yang pernah mendapatkan sanksi militer dan sanksi ekonomi salah satunya adalah Iraq. Sanski militer pada november 1990 dikenakan keapada Iraq karena perang Iraq ke Kuwait yang sebelumnya Iraq juga mendapatkan sanksi ekonomi yang dijatuhkan pada agustus 1990.
Ketika membahas urusan keamanan dan perdamaian internasional tidak terlepas dari ketiga badan utama PBB yang memiliki peran penting untuk menjalankan kepentingan- kepentingan PBB terhadap urusan keamanan dan perdamaian. Karena ketiga badan tersebut dapat saling mempengaruhi satu sama. lain dalam persoalan bagaimana sebuah sengketa internasional yang dianggap dapat mengancam perdamaian internasional.
Ketiga badan utama tersebut adalah DK PBB yang memiliki tanggung jawab utama (primary responsibility) terhadap keamanan dan perdamaian internasional, Sekretaris jenderal yang memiliki tanggung jawab tambahan dan tanggung jawab politik secara eksplisit, dan Majelis Umum yang memiliki tanggung jawab residual (residual responsibility). Ketiga tanggung jawab tersebut memiliki peranan penting dalam urusan keamanan dan perdamaian internasional dan saling mempengaruhi kerja masing-masing badan-badan utama tersebut. Seperti dalam urusan masalah keamanan dan perdamaian internasional, Sekretaris Jenderal memiliki wewenang untuk merekomendasi atau meminta perhatian DK PBB dalam beberapa sengketa internasional yang dapat dianggap membahayakan perdamaian. Hal ini karena Sekretaris Jenderal memiliki tanggung jawab tambahan (Extraresponsibility). Majelis Umum juga memiliki tanggung jawab residual terhadap usaha-usaha pemeliharan keamanan dan perdamaian disamping tanggung jawab utama DK PBB.
DK PBB memiliki tanggung jawab utama (primary responsibility) dalam ranah keamanan dan perdamaian internasional. Sesuai dengan Pasal 24 Piagam PBB, agar dapat menjamin tindakan yang tepat dan efektif, anggota memberikan mandat tentang keamanan dan perdamaian internasional kepada DK PBB. Anggota akan menyetujui keputusan yang diambil DK PBB dalam urusan keamanan dan perdamaian internasional yang sesuai dengan Piagam PBB.
Dalam Bab VII, khususnya pasal 51 Piagam PBB mengatur bahwa: “Tidak ada dalam Piagam ini dapat ditafsirkan merugikan hak yang melekat pada individu atau pertahanan kolektif jika serangan bersenjata terjadi terhadap Anggota PBB, sampai Dewan Keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Tindakan yang diambil oleh Anggota, dalam pelaksanaan hak ini untuk pembelaan diri harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan dan tidak akan dengan cara apapun mempengaruhi kewenangan dan tanggung jawab Dewan Keamanan menurut Piagam ini untuk mengambil setiap tindakan yang dianggap perlu untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.”
Dewan Keamanan sangat mementingkan pencegahan konflik bersenjata sejak awal. Tapi begitu perselisihan mengemuka, tujuan pertamanya adalah mencari solusi diplomatik. Jika konflik terus berlanjut, Dewan Keamanan berupaya mencapai gencatan senjata dan mengerahkan pasukan penjaga perdamaian. Dewan Keamanan dapat meminta PBB untuk menjatuhkan sanksi dan sebagai upaya akhir, dan dapat mengizinkan tindakan militer terhadap pihak aggressor dan semua negara anggota PBB harus mematuhi keputusan Dewan Keamanan.
Berikut beberapa hal penting dalam resolusi PBB yang mengecam perang Rusia terhadap Ukraina, yaitu:
1. Kecaman keras, yang isinya adalah mengecam (deplore) dengan istilah terkuat terhadap agresi dari Federasi Rusia melawan Ukraina, mengutuk (condemn) deklarasi 24 Februari 2022 oleh Federasi Rusia terkait ‘operasi militer khusus’ di Ukraina dan meminta Rusia mengikuti Piagam PBB pasal 2 yang melarang negara anggota melanggar integritas wilayah negara lain dengan memakai kekuatan pasukan.
2. Wilayah separatis, Rusia agar secepatnya dan tanpa syarat mencabut keputusan terkait status beberapa area Ukraina di Donetsk dan Luhansk dan menuntut bahwa Federasi Rusia secepatnya, secara menyeluruh, dan tanpa syarat, menarik semua pasukan militernya dari wilayah Ukraina di dalam batas-batas yang diakui secara internasional.
3. Berhenti Menyerang, Rusia secepatnya berhenti menggunakan kekuatan terhadap Ukraina dan menghentikan segara ancaman di luar hukum atau menggunakan kekuatan terhadap negara anggota dan mengekpresikan kekhawatiran besar pada laporan-laporan serangan pada fasilitas- fasilitas sipil seperti tempat tinggal, sekolah, dan rumah sakit, dan korban sipil, seperti wanita, orang lansia, orang-orang dengan disabilitas, dan anak-anak.
4. Tidak Diakui, PBB menegaskan tidak akan mengakui wilayah-wilayah yang direbut dengan kekuatan militer dan menegaskan bahwa tidak ada akuisisi wilayah yang berasal dari ancaman atau penggunaan kekuatan akan diakui sebagai legal.
5. Piagam PBB, menegaskan kembali kepentingan unggul dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mempromosikan aturan hukum di antara negara-negara dan mengingatkan tanggung jawab semua Negara di bawah Pasal 2 dari Piagam untuk menahan diri pada hubungan internasional mereka dari ancaman atau penggunaan kekuatan melawan integritas wilayah atau independensi politik dari Negara manapun, atau dengan cara lain yang tak konsisten dengan tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa- Bangsa, dan menyelesaikan pertikaian internasional dengan cara-cara damai.
6. Dampak Pangan, mengekspresikan kekhawatiran juga tentang potensi dampak konflik dari meningkatnya keresahan pangan secara global, sebagaimana Ukraina dan wilayah tersebut adalah salah satu area terpenting di dunia untuk ekspor gandum dan pertanian.
7. Nuklir, mengutuk keputusan Federasi Rusia untuk menambah kesiapan dari pasukan nuklir mereka
Jadi untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina jawabannya adalah ketegasan tindakan Dewan Keamanan PBB.
Peran DK PBB terkait penyelasaian konflik Rusia-Ukraina, tersebut di Bab VII, khususnya pasal 51 Piagam PBB mengatur bahwa tidak ada dalam Piagam ini dapat ditafsirkan merugikan hak yang melekat pada individu atau pertahanan kolektif jika serangan bersenjata terjadi terhadap Anggota PBB, sampai Dewan Keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Penulis adalah Mahasiswa Semester 4 Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta