Politik

Formappi Dorong DPR Revisi UU Peradilan Militer imbas Kasus OTT Kabasarnas

Channel9.id – Jakarta. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) kecewa dengan adanya polemik operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsdya TNI Henri Alfiandi. Formappi mengkritik DPR RI atas produk Undang-Undang yang mengatur bahwa tersangka dari unsur militer harus diproses di peradilan militer.

Peneliti Formappi Lucius Karus menyayangkan nasib Henri yang sempat terombang-ambing status tersangkanya. Kini, diketahui Henri telah jadi tersangka Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dan ditahan.

“Sumber ketidakpastian ini adalah produk UU dari DPR yang tidak tuntas membaca persoalan dan juga dampak yang timbul. Sebenarnya peran legislasi dan pengawasan pelaksanaan UU DPR itu dimaksudkan agar ada semangat untuk membentuk RUU berdasarkan kebutuhan di tengah masyarakat,” ujar Lucius saat dihubungi, Selasa (1/8/2023), dikutip dari detikcom.

Menurut Lucius, DPR harusnya dapat melihat adanya tumpang tindih antar UU yang kemudian berakhir seperti perebutan kasus tersebut. Ia menilai DPR tidak serius dalam menciptakan UU Peradilan Militer.

“Kan nggak mungkin DPR selalu menunggu ada kasus baru buat aturan. UU mestinya mengantisipasi terjadinya kasus. Jadi saya kira pelajaran serius bagi DPR dalam kasus penetapan tersangka Kabasarnas ini. Bagaimana UU yang dihasilkan bisa menjamin kepastian hukum,” tuturnya.

“Maka DPR jangan fokus pada usulan RUU baru setiap waktu atau merubah UU lama yang mungkin belum cukup mendesak. DPR harusnya bisa melacak kebutuhan legislasi mendesak seperti revisi UU Peradilan Militer yang menjadi pemicu kengototan militer mengambil alih kasus korupsi Basarnas dari KPK,” sambung Lucius.

Lebih lanjut, Formappi mendorong DPR agar segera membicarakan tentang adanya wacana revisi UU Peradilan Militer.

“Jadi saya kira hari pertama DPR bekerja di MS I TS 2023-2024 adalah membicarakan revisi UU Peradilan Militer ini. Mestinya kemendesakan revisi UU juga bisa diatasi melalui Perppu oleh Presiden walau mekanisme ini tak terlalu bagus untuk sebuah proses legislasi yang partisipatif,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menjelaskan alasan yang mendasari Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi tidak diproses di peradilan umum, tetapi di peradilan militer. Alasannya, UU Peradilan Militer belum direvisi.

“Ada Undang-Undang TNI, yakni Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, di situ diatur bahwa untuk tindak pidana militer yang bersifat tindak pidana umum untuk anggota TNI yang melakukan tindak pidana yang bersifat umum itu diadili oleh peradilan umum,” kata Mahfud saat diwawancarai wartawan di markas Marinir, Jakarta, Selasa (1/8/2023).

Mahfud pun menjelaskan kronologi aturan tersebut. Pertama, ada UU Nomor 31 Tahun 1997 yang mengatur segala tindak pidana yang dilakukan anggota militer harus diadili oleh peradilan militer. Kemudian terbit UU Nomor 43 Tahun 2004 mengamanatkan anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum maka diadili oleh peradilan umum, sedangkan anggota TNI yang melakukan tindak pidana militer maka diadili oleh peradilan militer.

Kendati demikian, ada satu hal yang membuat anggota TNI saat ini belum bisa diadili di peradilan umum meski dia melakukan tindak pidana umum. Satu hal itu adalah belum adanya revisi UU Peradilan Militer.

“Tetapi, itu ada aturan di dalam Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang tersebut (UU TNI), disebutkan sebelumnya ada Undang-Undang Peradilan Militer yang baru yang menggantikan atau menyempurnakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, itu masih dilakukan oleh peradilan militer,” kata Mahfud.

Baca juga: Puspom TNI Ambil Alih Saksi dan Alat Bukti Kasus Kabasarnas dari KPK

Baca juga: Formappi: Kinerja DPR 2019-2024 Terburuk Sejak Reformasi

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  41  =  49