Hot Topic Nasional

Komnas HAM Temukan Posko Pelayanan Terpadu di Rempang Malah Jadi Markas TNI-Polri

Channel9.id – Jakarta. Komnas HAM menjelaskan temuan-temuannya saat melakukan investigasi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Sabtu (16/9/2023). Selain ditemukannya selongsong gas air mata di atap sekolah dasar, bayi terkena gas air mata, Komnas HAM juga menemukan adanya posko-posko pelayanan terpadu yang justru dijadikan pos aparat TNI-Polri.

Komisioner Mediasi Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo mengatakan posko layanan terpadu yang ada di titik-titik strategis itu awalnya difungsikan untuk melayani masyarakat yang ingin menandatangani persetujuan relokasi untuk proyek Rempang Eco-City. Namun, menurut Prabianto, posko tersebut malah dijadikan pos aparat Polri dan TNI sehingga membuat masyarakat resah.

“Tetapi faktanya memang posko ini kemudian menjadi markas aparat kepolisian dan TNI, ini dikeluhkan oleh para warga karena menimbulkan keterbatasan ruang gerak warga,” kata Prabianto di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (22/9/2023), dikutip dari Tempo.

Bahkan berdasarkan laporan warga, kata Prabianto, aparat TNI-Polri itu melakukan kunjungan door-to-door dan meminta warga Rempang untuk menyetujui relokasi.

Dalam investigasinya itu, Komnas HAM juga menemukan adanya lima selongsong gas air mata, di antaranya di atap dan di halaman sekolah. Komnas HAM masih mendalami apakah lima selongsong ini berasal dari kericuhan di Rempang pada Kamis (7/9/2023) lalu.

“Jadi tadi dikatakan perlu pendalaman, apakah itu dipasang atau kah memang sengaja penembakan, tapi kalau sementara dugaan kami tidak ada kesengajaan aparat untuk menembakkan ke sekolah, karena kami juga tanyakan ke guru maupun warga, memang tidak ada aparat yang masuk ke halaman sekolah, dugaan-dugaan tadi memang perlu didalami,” kata Prabianto.

Soal gas air mata yang sampai ke sekolah, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Putu Elvina menyampaikan, berdasarkan keterangan Polres Balerang, penggunaan gas air mata tidak diarahkan secara khusus ke lokasi SDN 24 Galang dan SMP Negeri 22 Galang yang terdampak kericuhan. Polres Balerang mengklaim hembusan angin membuat gas air mata masuk ke lingkungan sekolah dan berdampak ke siswa dan guru.

Sementara, berdasarkan keterangan dari Kepala Sekolah SMP 22 Galang, Elvina mengatakan gas air mata masuk ke lingkungan sekolah dari hutan yang berjarak 30 meter dari gedung sekolah. Menurutnya, butuh sekitar 30 meter dari titik bentrokan itu ke SMP 22 Galang.

Kepala SMP 22 Galang tersebut juga menyatakan bahwa terdengar tiga kali dentuman dari hutan di depan SMP 22 Galang dan menyebabkan gas air mata masuk ke lingkungan sekolah. Selain itu, kepala sekolah juga menyebut terdapat sepuluh siswa dan satu orang guru yang harus dilarikan ke faskes terdekat untuk mendapatkan pertolongan karena mengalami sesak nafas yang hebat pusing mual dan beberapa siswa pingsan.

“Berdasarkan informasi dari kepala sekolah pascaperistiwa 7 September banyak siswa yang masih merasa takut untuk kembali ke sekolah sehingga kehadiran mereka sesudah peristiwa terjadi tidak mencapai 100% hingga kemudian ke kunjungan kita kehadiran siswa juga belum mencapai 100%,” ujar Elvina.

Ia menjelaskan, Komnas HAM juga melakukan wawancara langsung dengan orang tua bayi berusia delapan bulan yang pada saat itu disebut terkena dampak gas air mata. Berdasarkan hasil wawancara, Elvina mengatakan bayi tersebut menderita sesak nafas hebat saat gas air mata masuk ke dalam rumah warga yang dekat dengan lokasi bentrokan.

“Saat ini, saat kita datang, kondisi bayinya sudah baik-baik saja, jadi laporan terkait bayi meninggal itu tidak ada, tapi mengalami sesak nafas hebat, sesudah ke rumah sakit, sekarang dalam kondisi yang baik,” kata Putu.

Sementara itu, Kapolresta Barelang menyampaikan kepada Komnas HAM bahwa rencana relokasi masyarakat Pulau Rempang sangat minim dan tidak memadai, sehingga berpotensi menimbulkan penolakan dari masyarakat.

“Dari keterangan bahwa hanya dua kali sosialisasi yang dilakukan oleh BP Batam,” jelas Putu.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Saurlin P Siagian mengungkapkan adanya indikasi kuat pelanggaran HAM dalam kasus PSN Pulau Rempang yang masih akan didalami oleh Komnas HAM.

“Dari dua peristiwa, terjadi penahanan dua kelompok, pertama ditangkap saat peritiwa 7. Kemudian peristiwa 11 September, 34 orang ditangkap. Saya kira itu sudah menunjukkan indikasi yang kuat terhadap pelanggaran HAM, tetapi tentu kami perlu dalami fakta-faktanya sehingga bisa membuat kesimpulan terkait gradasi pelanggaran HAM yang ada,” jelas Saurlin.

Baca juga: Dua Kali Adakan Pertemuan Bahlil Janji Warga Rempang Tak Direlokasi ke Luar Pulau

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

82  +    =  84