Hot Topic

PK Ditolak, Penjara dan Denda 500 Juta Menanti Baiq Nuril

Channel9.id-Jakarta. Masih ingat dengan kasus Baiq Nuril? Mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram Nusa Tenggara Barat, yang dilaporkan atasannya Kepala Sekolah di tempatnya bekerja, H. Muslim, karena merekam dan menyebarkan pembicaraan mesum atasan dengan orang lain.

Perjuangannya mencari keadilan hingga ke Mahkamah Agung, berbuah kecewa. MA menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang ia ajukan.

MA menolak permohonan PK yang diajukan Nuril terkait kasus pelanggaran Undang-Undanga Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia pun harus tetap menjalani hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan sesuai putusan Kasasi MA.

“Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjaun Kembali (PK) Pemohon/Terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019. Dengan ditolaknya permohonan PK Pemohon/Terpidana tersebut maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku,” kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam keterangannya, Jumat (5/7/2019).

Sidang PK itu diketuai hakim Suhadi dengan anggota Margono dan Desnayeti. Majelis hakim menilai, alasan permohonan PK Baiq Nuril yang mendalilkan ada kekhilafan hakim dalam putusan tingkat kasasi, tidak dapat dibenarkan.

Majelis hakim berpendapat perbuatan Baiq Nuril  merekam pembicaraan lewat handphone antaranya dan Kepsek sekitar satu tahun lalu dan menyimpan hasil rekamannya dan diserahkan kepada saksi Imam Mudawin mengandung unsur pidana. Terlebih setelah saksi Imam Mudawi memindahkan ke laptopnya hingga rekaman percakapan itu tersebar luas.

“Karena putusan judex yuris tersebut sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya,” kata Andi.

Kasus ini bermula pada tahun 2012, Nuril menerima telepon dari atasannya yang bercerita perihal hubungan badannya dengan seorang wanita, yang juga dia kenal. Merasa pembicaraan itu tidak pantas, ia pun merekam pembicaraan telepon dengan atasannya tersebut.

Pada tahun 2015, rekaman pembicaraan telepon itupun beredar luas. Muslim pun meradang dan melaporkan staf nya ke polisi.

Nuril pun ditahan polisi pada 27 Maret 2017. Dia jadi tersangka dan dijerat pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE. 

Mei 2017 persidangan kasus ini mulai digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Nuril diberikan keringanan dari hakim, dilepaskan dari tahanan polisi dan menjadi tahanan kota.

Majelis hakim PN Mataram memberikan vonis bebas bagi Nuril pada Juli 2017. Nuril tidak terbukti melanggar UU ITE sebagaimana dakwaan jaksa.

Namun, Muslim merasa tidak puas dengan putusan hakim dan mengajukan banding. Perkara itu pun berlanjut hingga pada 26 September 2018, Nuril divonis dan harus menjalani hukuman penjara dan denda sebesar Rp 500 juta seubsider kurungan 3 bulan penjara.

Awal tahun 2019, Nuril mengajukan permohonan PK. Ia pun mempolisikan Muslim namun polisi telah menutup kasus tersebut. Hingga akhirnya keluar putusan permohonan PK nya ditolak oleh MA.

Kasus yang menarik perhatian banyak pihak, termasuk Presiden Joko Widodo, yang turut bersimpatai kepada Nuril. Namun Jokowi menyebutkan bahwa ia tidak dapat melakukan intervensi hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  58  =  67