Kementerian ESDM janji bakal tindak 4 pemegang WIUP nikel tanpa izin.
Ekbis

Bahlil Akui 85 Persen Industri Pengolahan Nikel Dikuasai Asing

Channel9.id, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui jika industri pengolahan nikel 85% masih dikuasai asing. Bahkan, ia mengaku pernah disentil Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) lantaran terlalu menggembar-gemborkan kehebatan hilirisasi nikel. Padahal, keuntungannya lebih banyak lari ke luar negeri.

“Saya pernah disentil oleh Pak JK. ‘Lil, itu investasi nikel itu jangan dibesarkan-besarkan. Karena yang dapat untung banyak kan bukan dalam negeri, luar negeri, nilai tambahnya itu luar negeri’,” ucap Bahlil di Jakarta, Rabu (9/10/2024).

Bahlil  mengungkap bahwa izin tambang saat ini 85% hingga 90% masih dikuasai pengusaha dalam negeri. Pengusaha ini termasuk perusahaan pelat merah alias badan usaha milik negara (BUMN). Kendati begitu, mayoritas bahkan 85 % hilirisasinya masih dikuasai asing. Menurutnya, hal ini terjadi lantaran untuk terjun ke industri pengolahan pengusaha butuh modal besar. Dia menjelaskan bank lokal memang menawarkan kredit investasi untuk industri pengolahan nikel. Namun, bank lokal mensyaratkan pengusaha harus memiliki ekuitas 30% hingga 40%.

Bahlil berpendapat para pengusaha lokal kesulitan memenuhi persyaratan tersebut. Oleh karena itu, pengusaha memiliki pilihan untuk meminjam modal ke bank luar negeri. Meski begitu, ketika mendapat kredit investasi dari bank luar negeri, pengusaha dibebankan kewajiban membayar pinjaman pokok dan bunga. Untuk membayar itu, pengusaha membayar dari pendapatan ekspor. Nilainya bisa mencapai 60% dari pendapatan.

“Jadi, apa yang saya bilang oleh Pak JK, itu benar, 60% DHE [devisa hasil ekspor] kembali ke sana [luar negeri] dari hasil industri. Tetapi itu terjadi karena memang membiayai pokok tambah bunga,” terang Bahlil.

Ia pun mengaku memiliki jurus untuk mengatasi hal tersebut. Solusinya, perbankan dalam negeri khususnya himpunan bank milik negara (Himbara) ikut membantu pembiayaan dengan syarat ekuitas rendah. Namun, hal itu tak gampang. Menurut Bahlil, presiden pun tak punya wewenang untuk mengintervensi hal tersebut.

“Nah, di sini juga dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, perbankan, dan sektor usaha. Untuk apa? Menuju kepada kedaulatan bangsa kita,” ucap Bahlil.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  29  =  39