Hukum

Setara Institute Nilai Perpres Perlindungan Jaksa Langgar Prosedur Pembentukan Regulasi

Channel9.id – Jakarta. Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi menilai terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa bermasalah secara hukum. Menurutnya, Perpres tersebut salah secara materiil dan formil, baik dari sisi muatan maupun prosedur pembentukannya.

Hendardi menilai peraturan itu tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang mengatur bahwa muatan Perpres harus berdasarkan perintah undang-undang atau pelaksanaan peraturan pemerintah.

“Perpres sama sekali tidak mendasarkan pada UU TNI padahal Perpres tersebut melegitimasi pengerahan pasukan TNI untuk pengamanan kejaksaan, bahkan Perpres tidak untuk merujuk UU Kejaksaan itu sendiri,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (26/5/2025).

Hendardi menyebut satu-satunya dasar hukum Perpres tersebut hanya Pasal 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Ia menilai hal ini sebagai bentuk legalisme otokratis atau pemanfaatan hukum untuk kepentingan kekuasaan politik pemerintahan semata.

Dari sisi prosedur, Hendardi menyebut pembentukan Perpres ini tidak taat aturan karena tidak melalui program penyusunan Perpres (Progsun) maupun prosedur sah di luar Progsun. Ia menduga Perpres ini dibentuk secara instan untuk melegitimasi kerja sama Kejaksaan dan TNI yang hanya didasarkan pada nota kesepahaman atau MoU.

“Secara objektif, tidak ada ancaman sistematis dan massif yang nyata terhadap kinerja kejaksaan dalam penegakan hukum sehingga membutuhkan peraturan perundang-undangan khusus dalam bentuk Perpres,” ucapnya.

Lebih lanjut, Hendardi menilai Perpres tersebut menimbulkan setidaknya dua dampak negatif. Pertama, hal ini akan melegalisasi keterlibatan TNI dalam proses penegakan hukum oleh kejaksaan yang seharusnya bersifat sipil.

“Kedua, Perpres akan secara lebih terbuka memantik gesekan dan mencampuradukan kewenangan khususnya antara tiga lembaga; Kejaksaan, Polri dan TNI,” kata Hendardi.

Menurut Hendardi, Presiden seharusnya fokus memperbaiki integritas dan profesionalitas penegakan hukum sipil daripada memberikan ruang bagi militerisme. Ia mengingatkan bahwa keterlibatan aparat penegak hukum dalam berbagai tindak pidana telah merusak kepercayaan publik dan melemahkan hukum.

“Presiden juga mesti memberikan perhatian besar bagi penegakan hukum militer dan peningkatan profesionalitas militer di bidang pertahanan, bukan malah menarik-narik militer ke dalam jabatan dan penegakan hukum sipil yang justru mendistraksi profesionalitas militer dalam pertahanan negara,” tulisnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. Perpres Nomor 66 Tahun 2025 itu ditetapkan Prabowo pada 21 Mei 2025.

Dalam Pasal 1 ayat (1), disebutkan bahwa perlindungan negara dimaksudkan untuk memberikan jaminan rasa aman yang diberikan oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda.

Ancaman yang dimaksud segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan rasa takut atau paksaan untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan dilakukan sesuatu hal yang berkenaan dengan pelaksanaan wewenang, tugas, dan fungsi jaksa.

Kemudian dalam Pasal 4, perlindungan terhadap jaksa dapat dilakukan oleh personel TNI dan Polri. Meskipun, Pasal 3 menyebutkan bahwa perlindungan dari negara terhadap jaksa ini dapat dilakukan atas permintaan Kejaksaan.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5  +  3  =