Channel9.id, Jakarta – Usulan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah soal skema pembiayaan rumah pekerja dengan model attachment earning—atau pemotongan gaji langsung untuk cicilan rumah—menuai penolakan keras dari kalangan buruh.
Partai Buruh bersama Koalisi Serikat Pekerja-Partai Buruh (KSP-PB) menilai skema tersebut cacat secara hukum dan rawan menjerat buruh dalam jerat kemiskinan struktural.
“Kalau mau potong gaji buruh, harus ada persetujuan tertulis dari individu. Ini bukan urusan kolektif, tidak bisa dipukul rata!” tegas Said Iqbal, Presiden Partai Buruh dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Jumat (5/7/2025).
Iqbal menekankan, banyak buruh tidak berada dalam posisi ekonomi yang memungkinkan untuk mengambil cicilan rumah. Bahkan, sebagian sudah memiliki tempat tinggal sendiri.
“Memaksakan cicilan rumah lewat pemotongan gaji hanya akan menambah beban. Buruh bisa makin tercekik,” ujarnya.
KSPI menyoroti aturan pengupahan yang sudah diatur dalam PP No. 36 Tahun 2021, di mana pemotongan upah tidak boleh melebihi 50%. Namun menurut Iqbal, dalam praktik perbankan, jika potongan melebihi 30%, justru akan ditolak karena dianggap berisiko tinggi untuk gagal bayar.
“Cicilan rumah yang dipaksakan bisa membuat buruh makin miskin. Ini tidak manusiawi,” katanya.
Ia juga mempertanyakan efektivitas implementasi di lapangan. Sistem pemotongan gaji per individu dinilai tidak praktis dan justru menyulitkan perusahaan. Apalagi, skema ini berbeda dengan pemotongan wajib seperti BPJS atau iuran serikat.
Iqbal menyebut bahwa skema ini tidak memiliki payung hukum yang sah. Meski diatur dalam peraturan presiden atau surat keputusan menteri, pemotongan gaji tanpa izin buruh tetap tidak legal.
“Ini bukan keputusan yang bisa dibuat sepihak. Ini menyangkut hak dasar pekerja,” tegasnya.
KSPI mendesak pemerintah untuk tidak menyerahkan urusan perumahan buruh sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Negara harus hadir melalui skema subsidi langsung, pembangunan rumah pekerja, atau kredit lunak yang terjangkau tanpa memaksa potong gaji.
“Kalau memang mau bantu buruh punya rumah, jangan cuci tangan. Jangan jadikan gaji buruh sebagai korban,” tutup Iqbal.