Nasional

Imparsial Desak Revisi UU Peradilan Militer usai Kasus Prajurit TNI Ngamuk di Gowa

Channel9.id – Jakarta. Imparsial mendesak pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Desakan ini disampaikan setelah peristiwa oknum TNI yang membawa senjata api dan mengamuk di sebuah bank di Gowa, Sulawesi Selatan.

Peristiwa terjadi pada Kamis (25/9/2025), ketika Praka Situmorang membawa senjata api laras panjang jenis Pindad SS2 ke Bank BRI Cabang Gowa. Praka Situmorang melepaskan tembakan yang mengenai tembok pos keamanan bank saat hendak ditangkap.

Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai kejadian tersebut menciptakan rasa tidak aman di masyarakat. Ia mengingatkan bahwa sebelumnya juga terjadi kasus penculikan kepala cabang BRI di Jakarta yang melibatkan dua anggota TNI.

“Maraknya peristiwa kekerasan TNI di muka publik belakangan menunjukkan problem laten di tubuh TNI yang tidak pernah benar-benar berusaha diselesaikan,” kata Ardi dalam keterangan tertulis, Jumat (26/9/2025).

Imparsial mengidentifikasi dua masalah utama yang harus segera dibenahi. Pertama, lemahnya sistem pengawasan senjata api yang dimiliki TNI sehingga rawan disalahgunakan.

Ardi menyebut kasus penembakan di Gowa menunjukkan tidak adanya pengawasan ketat terhadap penggunaan senjata api oleh prajurit. Senjata negara kerap disalahgunakan untuk tujuan kriminal, bahkan pernah dijual kepada kelompok kriminal bersenjata di Papua.

Kedua, lemahnya akuntabilitas dan kuatnya budaya impunitas di tubuh TNI. Hal ini diperparah oleh belum direvisinya UU Peradilan Militer yang menyebabkan tindak pidana umum tetap diadili di peradilan militer yang tertutup.

“Peradilan Militer yang tertutup di mana jaksa, hakim dan terdakwa sama-sama anggota TNI seringkali melahirkan impunitas,” ujar Ardi.

Ia mencontohkan kasus pembunuhan seorang anak di Sumatera Utara yang hanya berujung vonis penjara 2,5 tahun bagi dua anggota TNI dari Kodim 0204/Deli Serdang. Menurutnya, praktik seperti ini bertentangan dengan prinsip negara hukum dan kesetaraan di hadapan hukum.

Imparsial menekankan bahwa setiap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum harus diproses di peradilan umum. Ardi menegaskan tidak boleh ada pengecualian hukum hanya karena pelaku adalah anggota militer.

“Selama sistem peradilan militer masih digunakan untuk mengadili tindak pidana umum, maka praktik impunitas akan terus berulang dan mencederai rasa keadilan masyarakat,” ucapnya.

Imparsial juga menyoroti penggunaan senjata api oleh aparat negara yang seharusnya dilakukan dengan disiplin dan tanggung jawab. Ardi menilai peristiwa di Gowa memperpanjang catatan kekerasan yang dilakukan oknum TNI di masyarakat.

Dalam setahun terakhir, Imparsial mencatat setidaknya ada enam kasus besar yang melibatkan prajurit TNI. Di antaranya penyerangan kampung di Deli Serdang, pembunuhan bos rental di Tangerang, hingga penculikan kepala cabang BRI di Jakarta.

Berdasarkan catatan tersebut, Imparsial mendesak dua langkah segera dilakukan pemerintah. Pertama, merevisi UU Peradilan Militer agar seluruh tindak pidana umum oleh anggota TNI diproses di peradilan umum.

Kedua, pemerintah dan Panglima TNI diminta melakukan evaluasi ketat terhadap penggunaan senjata api oleh prajurit. Langkah ini diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan yang membahayakan keselamatan masyarakat.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8  +  1  =