Channel9.id – Jakarta. Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai Pakar Telematika Roy Suryo yang terjerat kasus ijazah palsu Presiden ke-7 RI Jokowi merupakan contoh korban dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) versi Orde Baru (Orba). Menurutnya, KUHAP baru yang disahkan hari ini lebih objektif dalam proses penetapan seseorang sebagai tersangka.
Hal itu disampaikan Habiburokhman saat mengklarifikasi berbagai kritik terhadap rancangan KUHAP (RKUHAP). Salah satu kritik publik yakni RKUHAP dianggap dapat memberikan keleluasaan aparat penegak hukum dalam upaya penangkapan paksa hingga menetapkan seseorang menjadi tersangka.
“Sekarang ini banyak sekali orang menjadi korban KUHAP Orde Baru. Lihat misalnya kelompoknya Roy Suryo dan segala macam, itu kan korban KUHAP Orde Baru,” kata Habiburokhman dalam konferensi pers tentang KUHAP baru jelang Sidang Paripurna, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Legislator Partai Gerindra itu menjelaskan, ada beberapa pasal baru tentang prosedur penangkapan paksa, penahanan, hingga proses penyidikan oleh kepolisian terhadap seorang tersangka. Dalam KUHAP yang baru disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR hari ini, Habiburokhman mengatakan penangkapan harus dilakukan setelah adanya penetapan tersangka melalui dua alat bukti.
“Lalu penahanan itu syaratnya ini jauh lebih berat ya. Jauh lebih objektif dibandingkan dengan apa yang diatur di KUHAP Orde Baru. Di KUHAP baru, penahanan bisa dilakukan pertama apabila tersangka mengabaikan panggilan dua kali berturut-turut. Ini kan sangat objektif,” ujarnya.
Kemudian, lanjutnya, penahanan dilakukan jika tersangka berupaya melarikan diri, melakukan ulang tindak pidana, menghilangkan alat bukti, memberikan informasi tidak sesuai fakta, dan menghambat proses pemeriksaan.
“Jadi ya kalau di KUHAP Orde Baru, orang itu bisa ditahan hanya dengan tiga kekhawatiran. Satu, khawatir melarikan diri, khawatir menghilangkan alat bukti, khawatir mengulangi tindak pidana yang pemenuhannya unsur yang subjektivitasnya hanya ada pada penyidik,” tuturnya.
“Nah, kalau yang di KUHAP baru ini sangat objektif, sangat bisa dinilai gitu loh,” sambungnya.
Menurutnya, dalam KUHAP baru ini Roy Suryo cs dapat mengajukan restorative justice untuk menyelesaikan kasus yang menjeratnya.
“Ya kalau menurut standar KUHAP baru, Roy Suryo cs penanganan kasusnya bisa dengan restorative justice. Tapi di KUHAP Orde Baru itu enggak diatur gitu loh,” ucapnya.
Selain itu, kata Habiburokhman, dengan KUHAP versi Orde Baru itu Roy Suryo cs berpeluang ditahan secara sewenang-wenang.
“Kalau menurut KUHAP baru ya terhadap Roy Suryo dan kawan-kawan itu sangat sulit untuk dikenakan penahanan karena syaratnya sangat objektif. Hampir enggak mungkin ditahan. Orang-orangnya jelas semua, enggak lari dan lain sebagainya. Tapi kalau menurut KUHAP Orde Baru ada peluang dia ditahan sewenang-wenang Pak Roy Suryo dan kawan-kawan ini,” tuturnya.
Dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 masa persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (18/11/2025) hari ini, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang. Pengesahan dilakukan setelah delapan fraksi di Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR dan pemerintah sepakat membawa pembahasan RKUHAP ke tingkat II untuk disahkan menjadi undang-undang.
Rapat ini dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Cucun Ahmad Syamsurijal, Adies Kadir, dan Saan Mustopa. Rapat Paripurna DPR ini juga dihadiri oleh Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto, dan Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej.
Adapun pengesahan ini dilakukan meskipun berbagai elemen masyarakat menyatakan penolakan terhadap RKUHAP. Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai sejumlah pasal dalam rancangan tersebut berpotensi membuka ruang penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum. Koalisi menyebut pengaturan soal penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan dalam draf RUU KUHAP memberi celah manipulasi dan rekayasa kasus.
“Potensi rekayasa oleh aparat akan semakin tinggi dan mengakibatkan korban tak bersalah rawan berjatuhan,” tulis pernyataan Koalisi dalam undangan aksi yang digelar pada Selasa (18/11/2025).
Menurut Koalisi, penguatan kewenangan penyidik dalam draf tersebut juga membuka ancaman terhadap kebebasan sipil, terutama terkait privasi dan hak warga negara untuk bebas dari tindakan sewenang-wenang.
HT





