Channel9.id-Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua direksi BUMN terkait kasus rasuah. Kedua orang itu adalah Direktur Utama PTPN III (Persero), Dolly Pulungan, dan; Direktur Pemasaran PTPN III (Persero) sekaligus merangkap Komisaris Utama PT KPBN, I Kadek Kertha Laksana.
“KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu sebagai pemberi adalah PNO (Pieko Nyotosetiadi), pemilik PT Fajar Mulia Transindo, dan; sebagai penerima adalah DPU (Dolly Pulungan) dan IKL (I Kadek Kertha Laksana),” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, di Jakarta, Selasa (3/9) malam.
Penetapan status tersangka terhadap dua pejabat direksi BUMN dan satu pihak swasta itu menindaklanjuti operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Jakarta, hari ini. Dalam operasi tersebut, tim antirasuah mengamankan lima orang.
Kelima orang itu adalah pengelola bisnis penukaran mata uang di Jakarta, Freddy Tandou (FT); orang kepercayaan Pieko bernama Ramlin (RM); pegawai Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), Corry Luca (CLU); I Kadek Kertha Laksana, dan; Direktur Utama PT KPBN, Edward S Ginting (EG).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, operasi yang dilakukan tim KPK kali ini terkait dengan distribusi gula. “OTT dilakukan di Jakarta terkait dengan distribusi gula yang menjadi kewenangan salah satu BUMN perkebunan,” kata Febri, Selasa (3/9).
Namun, Pieko Nyotosetiadi dan Dolly Pulungan hingga saat ini masih belum diciduk. KPK mengimbau keduanya untuk menyerahkan diri.
“Oleh karena PNO dan DPU telah ditingkatkan statusnya sebagai tersangka dalam proses Penyidikan ini, maka KPK mengimbau agar PNO dan DPU segera menyerahkan diri ke KPK,” ujar Laode.
Atas perbuatannya, Dolly dan I Kadek Kertha selaku pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Pieko disangkakan melanggar pasal 5
ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.