Channel9.id, Jakarta. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mulai memetakan Papua sebagai salah satu wilayah strategis dalam pengembangan bahan baku bioetanol nasional. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka menengah untuk mengurangi ketergantungan impor bensin sekaligus memperkuat kemandirian energi berbasis sumber daya domestik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, tingginya volume impor bensin mendorong pemerintah mempercepat kebijakan mandatory pencampuran etanol ke dalam bensin atau ethanol blending, mulai dari E10 hingga E30.
“Impor bensin kita masih besar. Karena itu, salah satu langkah yang kami siapkan adalah program mandatory E10, E20, sampai E30,” ujar Bahlil usai menghadiri rapat arahan Presiden kepada kepala daerah se-Papua dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua di Istana Negara, Selasa (16/12/2025).
Menurut Bahlil, bahan baku bioetanol dapat diproduksi dari berbagai komoditas pertanian, seperti singkong, jagung, dan tebu. Papua dinilai memiliki keunggulan komparatif dari sisi ketersediaan lahan dan potensi pengembangan pertanian skala besar, sehingga layak diposisikan sebagai salah satu basis pasokan bahan baku etanol nasional.
“Etanol bisa berasal dari singkong, jagung, tebu, dan komoditas lainnya. Papua memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bagian dari rantai pasok bahan baku etanol,” ujarnya.
Pengembangan bioetanol di Papua diharapkan tidak hanya mendukung ketahanan energi nasional, tetapi juga menciptakan nilai tambah ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, serta memperkuat struktur ekonomi wilayah timur Indonesia.
Di sisi lain, pemerintah juga terus memperkuat pemanfaatan energi nabati melalui program mandatory biodiesel B40 yang ke depan akan ditingkatkan menjadi B50. Program ini memanfaatkan fatty acid methyl ester (FAME) berbasis crude palm oil (CPO) yang dicampur dengan solar.
“B40 dan B50 itu berbasis FAME dari CPO yang dicampur dengan solar,” kata Bahlil.
Ia mengakui, peningkatan bauran biodiesel hingga 50% akan membutuhkan tambahan pasokan bahan baku yang signifikan. Oleh karena itu, pengembangan bioenergi, baik berbasis sawit maupun etanol, harus dilakukan secara simultan dan terintegrasi.
Bahlil menegaskan, target swasembada energi yang dicanangkan Presiden Prabowo tidak semata-mata mengandalkan satu jenis energi. Pemerintah diarahkan untuk mengoptimalkan seluruh potensi energi nasional, baik energi fosil maupun energi terbarukan berbasis nabati.
“Swasembada energi yang dimaksud Bapak Presiden adalah memaksimalkan semua potensi yang kita miliki, baik fosil maupun nabati,” ujarnya.
Dengan strategi ini, pemerintah berharap dapat menekan impor BBM secara bertahap, memperkuat ketahanan energi nasional, sekaligus mendorong pemerataan pembangunan ekonomi hingga ke wilayah Papua.





