Channel9.id-Kairo. Ini sekadar anekdot. Di Kairo, Mesir, setidaknya ada tiga yang sudah berumur panjang dan akan hidup abadi selamanya. Ketiganya adalah Piramid, Sungai Nil, dan akal-akalannya ali baba yang berkeliaran di kawasan negeri piramid ini.
Nil adalah satu dari dua sungai terpanjang di dunia. Tak kurang dari 6.650 km, badan Sungai Nil meliuk-liuk di bumi Afrika.
Sungai Nil identik dengan Mesir. Mempunyai peranan penting dalam peradaban dan sejarah Mesir, Sungai Nil juga memiliki andil besar dalam menghasilkan tanah subur. Hal ini memungkinkan penduduk Mesir mengembangkan pertanian dan peradaban sejak ribuan tahun lalu.

Sungai Nil membelah sembilan negara yakni Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan, Sudan Selatan, dan tentu saja Mesir.
Di tepian Nil, selama berbilang milenium, peradaban terbangun dan runtuh, termasuk kerajaan Mesir Kuno. Peninggalan yang megah tampak dalam sosok sebuah piramid yang berada di kota Giza, sekitar 7 km dari ibu kota Kairo.
Kompleks piramida Giza memiliki tiga piramida besar, tiga piramida kecil, dan patung Sphinx. Ketiga piramid besar itu bernama Khufu, Khafre, dan Menkaure. Sementara tiga piramid kecil termasuk dalam piramid Menkaure.
Piramid tertinggi mencapai 146.6 meter, dengan dasar seluar 55 ribu meter persegi. Berat setiap batu piramid sekitar 2 hingga 30 ton.
Makam para raja ini dibuat tidak sembarangan. Insinyur Mesir kuno memperhitungkan jarak piramid dengan matahari. Seperti diketahui, matahari merupakan unsur penting bagi kehidupan Meisr kuno.

Warisan budaya Mesir memang memukau. Seakan meyakinkan kita bahwa semua itu -Nil dan Piramid- yang telah ada sekian lama, akan tetap kekal hingga akhir zaman.
Tapi ada lagi cerita lama yang terus terjaga di negeri ini. Yang ini adalah tentang manusianya. Mereka yang hidup dari Nil dan piramid, dan dari orang-orang yang mengunjunginya.
Saheer, pemandu wisata kami menyebut mereka dengan “Ali Baba”. Sejatinya mereka adalah orang-orang yang memberi jasa apa saja bagi turis. Menjual cendera mata, memotret, atau bahkan mengendarai unta. Mereka umumnya punya satu kesamaan: suka bermain akal-akalan.
Ketika Channel9 berkunjung ke situs piramid di Giza, Kamis (5/3), ada seorang pria menawarkan jasa foto dengan naik unta. Ia menyebut harga $1. Ketika harga disepakati, dia pun membimbing turis untuk naik unta dan memotretnya dengan kamera milik turis. Tak banyak. Hanya dua hingga lima jepretan saja.
Namun, apa yang terjadi setelah turis turun dari unta? Pria tersebut meminta jasa $15. Cekcok antara turis dan pria penjual jasa pun tak terelakkan. Ia berdalih, naik unta memang seharga $1, tapi itu untuk jasa naik unta saja. Tarif foto dan turun dari unta, belum dihitung.
Tak hanya di situs Piramid, kejadian mirip juga dialami Channel9 saat makan malam di kapal pesiar di Sungai Nil, Jumat (6/3).
Didalam kapal pesiar yang tidak terlalu besar, malam itu menyajikan hiburan seperti live musik, tarian sufi, dan tari perut.
Saat penari perut beraksi, meliukkan pinggulnya yang seksi dengan diiringi musik lokal, pengunjung yang kebanyakan adalah turis asing terlihat antusias.
Setelah lima menit tarian pertamanya, sang penari cantik berambut pirang itu mendatangi satu persatu meja para turis. Ia ditemani oleh seorang fotografer amatir
Tanpa babibu, hampir semua pengunjung, baik pria ataupun wanita, berfoto bersama sang penari yang tersenyum ramah.
Namun, rupanya hal ini menjadi akal bulus dari pengelola kapal. Sebelum kapal merapat setelah menyusuri Nil selama nyaris 2 jam, tiba-tiba setiap meja pengunjung didatangi pihak kapal. Sambil membawa map yang berisi foto setiap pengunjung dengan penari perut, mereka menagih $5 atau 80 EGP (sekitar 80 ribu rupiah).
Lagi-lagi terdengar protes dari para turis yang merasa dijebak.
Menurut Saheer pemandu kami, “Ali Baba” memang penuh tipu-tipu. Ia mengatakan, kelakuan busuk ini sudah berlangsung lama, sejak turis mulai ramai berkunjung ke negerinya.
Ini tantangan berat buat otoritas pariwisata Mesir. Jika saja tak ada polah para “Ali Baba”, tentu Nil dan piramid kian menarik hati dunia.
Sebaliknya, jika para “Ali Baba” tak bisa ditertibkan, mungkin mereka juga akan tercatat sebagai keabadian lain lagi dari Mesir, melengkapi Sungai Nil dan Piramid sebelumnya.